Ilustrasi.
JAKARTA, DDTCNews - Buku, catatan, dan dokumen yang menjadi dasar pembukuan wajib untuk disimpan selama 10 tahun di Indonesia. Kewajiban penyimpanan dokumen tersebut tidak hanya ada pada ketentuan pajak, tetapi juga dalam ketentuan kepabeanan.
Pada ketentuan pajak, kewajiban penyimpanan dokumen selama 10 tahun tercantum dalam Pasal 28 ayat (11) UU Ketentuan Umum dan Tata Cara Perpajakan (KUP). Berdasarkan pasal tersebut, dokumen yang harus disimpan termasuk yang diselenggarakan secara elektronik.
“Buku, catatan, dan dokumen yang menjadi dasar pembukuan atau pencatatan dan dokumen lain termasuk hasil pengolahan data dari pembukuan...wajib disimpan selama 10 tahun di Indonesia,” bunyi Pasal 28 ayat (11) UU KUP, dikutip pada Rabu (11/9/2024).
Maksud disimpan di Indonesia, yaitu di tempat kegiatan atau tempat tinggal wajib pajak orang pribadi atau di tempat kedudukan wajib pajak badan.
Kewajiban penyimpanan dokumen dimaksudkan agar apabila dirjen pajak akan mengeluarkan surat ketetapan pajak (SKP), bahan pembukuan atau pencatatan yang diperlukan masih tetap ada dan dapat segera disediakan.
Sementara itu, kurun waktu 10 tahun penyimpanan buku, catatan, dan dokumen yang menjadi dasar pembukuan atau pencatatan itu disesuaikan dengan ketentuan batas daluwarsa penyidikan tindak pidana di bidang perpajakan.
Penyimpanan buku, catatan, dan dokumen yang menjadi dasar pembukuan atau pencatatan dan dokumen lain termasuk yang diselenggarakan secara program aplikasi on-line harus dilakukan dengan memperhatikan faktor keamanan, kelayakan, dan kewajaran penyimpanan.
Lebih lanjut, kewajiban penyimpanan pembukuan selama 10 tahun pada ketentuan kepabeanan juga tercantum dalam Pasal 51 ayat (3) UU Kepabeanan. Berdasarkan pasal itu, kewajiban penyimpanan dokumen itu terkait dengan ketentuan audit kepabeanan.
“Laporan keuangan, buku, catatan dan dokumen yang menjadi bukti dasar pembukuan, surat yang berkaitan dengan kegiatan usaha termasuk data elektronik, surat yang berkaitan dengan kegiatan di bidang kepabeanan wajib disimpan selama 10 tahun pada tempat usahanya di Indonesia,” bunyi Pasal 51 ayat (3) UU Kepabeanan.
Kewajiban penyimpanan dokumen itu dimaksudkan agar apabila dirjen bea dan cukai akan melakukan audit kepabeanan, bukti dasar pembukuan dan surat yang diperlukan masih tetap ada dan dapat segera disediakan.
Dalam hal data tersebut berupa data elektronik, keandalan sistem pengolahan data yang digunakan harus dijaga. Hal ini dimaksudkan sehingga data elektronik yang disimpan tersebut dapat dibuka, dibaca, atau diambil kembali setiap waktu.
Selain itu, kewajiban penyimpanan dokumen selama 10 tahun juga diatur dalam UU 8/1997 tentang Dokumen Perusahaan. Pasal 11 UU Dokumen Perusahaan mengharuskan perusahaan menyimpan catatan, bukti pembukuan, dan data pendukung administrasi selama 10 tahun.
“Catatan..., bukti pembukuan..., dan data pendukung administrasi keuangan..., wajib disimpan selama 10 tahun terhitung sejak akhir tahun buku perusahaan yang bersangkutan,” bunyi Pasal 11 ayat (1) UU Dokumen Perusahaan.
Berdasarkan UU Dokumen Perusahaan, catatan yang dimaksud tersebut terdiri atas neraca tahunan, perhitungan laba rugi tahunan, rekening, jurnal transaksi harian, atau setiap tulisan yang berisi keterangan mengenai hak dan kewajiban serta hal-hal lain yang berkaitan dengan kegiatan usaha suatu perusahaan.
Selanjutnya, bukti pembukuan terdiri atas warkat-warkat yang digunakan sebagai dasar pembukuan yang mempengaruhi perubahan kekayaan, utang dan modal. Sementara itu, data pendukung administrasi keuangan yang harus disimpan selama 10 tahun adalah yang merupakan bagian dari bukti pembukuan.
Untuk data pendukung administrasi keuangan yang bukan bagian dari bukti pembukuan, dan dokumen lainnya, jangka waktu penyimpanannya disesuaikan dengan nilai guna dokumen.
Berarti untuk dokumen yang tidak terkait dengan pembukuan bisa disimpan kurang 10 tahun atau lebih dari 10 tahun, tergantung pada kegunaan dokumen dalam menunjang kegiatan usaha
Namun, kewajiban penyimpanan dalam UU Dokumen Perusahaan ini tidak menghilangkan fungsi dokumen yang bersangkutan sebagai alat bukti. Alat bukti yang dimaksud sesuai dengan kebutuhan dalam ketentuan mengenai daluwarsa suatu tuntutan atau untuk kepentingan hukum lainnya.
Untuk itu, sekalipun suatu dokumen telah melewati masa wajib simpan berdasarkan UU Dokumen Perusahaan, dokumen tersebut tetap dapat dipergunakan sebagai alat bukti sesuai dengan ketentuan mengenai daluwarsa suatu tuntutan. (rig)