Ilustrasi. Petugas Bea dan Cukai menunjukan paket barang yang berisi rokok Sigaret Kretek Mesin (SKM) ilegal di kantor Bea dan Cukai Kudus, Jawa Tengah, Senin (6/6/2022). ANTARA FOTO/Yusuf Nugroho/wsj.
JAKARTA, DDTCNews – Ditjen Bea Cukai (DJBC) terus mendorong pembangunan kawasan industri hasil tembakau (KIHT) di berbagai daerah sebagai salah satu upaya pemerintah dalam mengendalikan peredaran rokok ilegal.
Dirjen Bea Cukai Askolani mengatakan terdapat dua faktor yang dapat memengaruhi pembentukan KIHT di daerah antara lain realisasi dana bagi hasil cukai hasil tembakau (DBH CHT) dan dukungan pemerintah daerah.
"Ini yang terus kami pantau selama ini dalam menentukan implementasi KIHT yang akan dibangun," katanya, dikutip pada Senin (20/6/2022).
Askolani menyebut terdapat sejumlah daerah yang bakal membentuk KIHT di antaranya Kabupaten Sampang, Jawa Timur. Dalam hal ini, pemda dan DJBC perlu melakukan berbagai persiapan sehingga KIHT dapat terbentuk dan menjadi lokasi produksi rokok secara terpadu.
Hingga saat ini, KIHT baru terbentuk di 3 lokasi yang meliputi Soppeng, Sulawesi Selatan; Kudus, Jawa Tengah; dan Pamekasan, Jawa Timur. Pembentukan KIHT dilakukan sebagai amanat dari PMK No. 215/2021.
Selain itu, terdapat PMK 21/2020 yang menjadi payung hukum pembentukan KIHT. Dalam kawasan tersebut, DJBC akan memberikan pelayanan, pembinaan industri, serta mengawasi produksi dan peredaran hasil tembakaunya guna memastikan setiap rokok dilekati pita cukai.
KIHT akan menjadi tempat pemusatan kegiatan industri hasil tembakau yang dilengkapi dengan sarana dan prasarana penunjang produksi. DJBC juga dapat memberikan fasilitas cukai untuk para produsen rokok yang beroperasi di KIHT, seperti penundaan pelunasan pita cukai.
"[Pembentukan KIHT] butuh waktu. Pembangunan KIHT bisa 2-3 tahun untuk bisa mewujudkan itu," ujar Askolani. (rig)