Sekretaris DJP Peni Hirjanto.
JAKARTA, DDTCNews - Ditjen Pajak (DJP) menegaskan langkah-langkah reformasi diperlukan untuk memperkuat basis pajak di Indonesia.
Sekretaris DJP Peni Hirjanto mengatakan pajak selama ini menjadi kontributor utama dalam pendapatan negara, bahkan saat pandemi Covid-19. Namun, basis pajak harus terus diperkuat karena belum semua potensi telah tergarap.
"Penerimaan pajak di Indonesia belum optimal jika ditinjau dari tax ratio, yang menjadi salah satu indikator yang sering dijadikan acuan untuk menilai kinerja penerimaan pajak suatu negara," katanya dalam Internasional Tax Conference 2022, Rabu (7/12/2022).
Peni menuturkan DJP telah melakukan berbagai upaya untuk meningkatkan penerimaan pajak. Meski rasio kepatuhan meningkat pada tahun ini, DJP tetap perlu melakukan beberapa pendekatan melalui penegakan hukum, peningkatan layanan wajib pajak, serta edukasi wajib pajak.
Pada tahun lalu, pemerintah telah menerbitkan UU 7/2021 tentang Harmonisasi Peraturan Perpajakan (HPP) sebagai bagian dari langkah reformasi kebijakan fiskal. UU HPP tersebut dirilis dalam momentum pemulihan ekonomi pascapandemi covid-19.
Menurutnya, pandemi telah memberikan dampak negatif terhadap perekonomian sekaligus APBN sejak 2020 sehingga membuat defisit melebar. Dalam hal ini, upaya optimalisasi pajak melalui UU HPP terasa makin mendesak agar APBN dapat kembali disehatkan pada 2023.
Peni menjelaskan reformasi pajak telah dimulai sejak 1983. Reformasi dilakukan secara signifikan sehingga kebijakan pajak Indonesia sejalan dengan tren pajak global.
"Ada urgensi dalam reformasi perpajakan ini, yaitu menciptakan basis pajak yang kokoh dan berkeadilan, APBN yang sehat dan berkelanjutan, serta pertumbuhan ekonomi yang tinggi," ujarnya.
Peni juga membeberkan beberapa poin penting dalam UU HPP, di antaranya integrasi Nomor Induk Kependudukan (NIK) sebagai Nomor Pokok Wajib Pajak (NPWP), penyelenggaraan program pengungkapan sukarela (PPS).
Kemudian, penambahan lapisan tarif pada pajak penghasilan (PPh) orang pribadi, ketentuan batas omzet tidak kena pajak senilai Rp500 juta pada wajib pajak orang pribadi UMKM, serta kebijakan yang mendukung pelestarian lingkungan seperti pajak karbon.
Di sisi lain, lanjut Peni, pemerintah juga terus memperbarui sistem inti administrasi perpajakan (coretax administration system) agar proses bisnis DJP makin efektif.
Menurutnya, DJP perlu melakukan sejumlah langkah agar dapat mengikuti perkembangan perpajakan internasional seperti mereformasi organisasi, sumber daya manusia, teknologi informasi, basis data, serta proses bisnis.
"Digitalisasi dapat menjadi peran kunci dalam membantu otoritas pajak menurunkan biaya kepatuhan dan administrasi, mengumpulkan lebih banyak pendapatan dengan lebih efisien, meningkatkan dan menyiapkan, serta melayani wajib pajak dan mengakomodasi aliran data yang besar," tuturnya. (rig)