Ilustrasi.
JAKARTA, DDTCNews - Kementerian Keuangan resmi menerbitkan ketentuan ultimum remedium terhadap pelanggaran di bidang cukai yang diatur pada Pasal 40B UU Cukai s.t.d.t.d UU 7/2021 tentang Harmonisasi Peraturan Perpajakan (HPP).
Pada Pasal 15 ayat (1) PMK 237/2022, pelanggar tidak dilakukan penyidikan bila pelanggar menyetor dana titipan untuk pembayaran sanksi administratif berupa denda sebesar 3 kali nilai cukai yang seharusnya dibayar.
"Dalam hal pelanggar mengajukan penyelesaian perkara berupa tidak dilakukan penyidikan ..., pelanggar menyetor dana titipan untuk pembayaran sanksi administratif berupa denda sebesar 3 kali nilai cukai yang seharusnya dibayar sesuai ketentuan peraturan perundang-undangan ke rekening penampungan dana titipan DJBC," bunyi Pasal 15 ayat (1) PMK 237/2022, dikutip Jumat (6/1/2023).
Atas penyetoran dana titipan tersebut, pelanggar mengajukan surat permohonan penyelesaian perkara berupa tidak dilakukan penyidikan kepada direktur atau kepala kantor bea cukai.
Surat permohonan harus dilampiri dengan surat pernyataan pengakuan bersalah atas pelanggaran yang dilakukan dan bukti penyetoran dana titipan untuk pembayaran sanksi denda.
Surat permohonan harus diajukan dalam waktu paling lama 24 jam sejak pelanggar menandatangani berita acara wawancara. Format surat permohonan terlampir dalam Lampiran O PMK 237/2022.
Bila pelanggar tak mengajukan surat permohonan dalam waktu 24 jam sejak menandatangani berita acara wawancara, DJBC akan menerbitkan surat perintah tugas penyidikan.
Berdasarkan surat permohonan, direktur atau kepala kantor bea cukai akan memerintahkan tim peneliti untuk melakukan penelitian. Dalam melakukan penelitian, tim peneliti melakukan gelar perkara.
Barang kena cukai (BKC) terkait dengan penyelesaian perkara berupa tidak dilakukan penyidikan akan dijadikan sebagai barang milik negara (BMN). Pengelolaan BMN dilaksanakan sesuai dengan PMK tentang Pengelolaan BMN. (sap)