PEMERIKSAAN yang dilakukan untuk menguji kepatuhan pemenuhan kewajiban perpajakan harus dilaksanakan sesuai dengan standar pemeriksaan. Hal itu sebagaimana diatur dalam Peraturan Menteri Keuangan No. 17/PMK.03/2013 tentang Tata Cara Pemeriksaan yang telah diubah terakhir dengan Peraturan Menteri Keuangan No. 18/PMK.03/2021. (PMK 17/2013 jo PMK 18/2021).
Standar pemeriksaan tersebut digunakan sebagai ukuran mutu pemeriksaan dan merupakan capaian minimum yang harus dicapai dalam melaksanakan pemeriksaan. Adapun standar pemeriksaan yang dimaksud meliputi standar umum pemeriksaan, standar pelaksanaan pemeriksaan, dan standar pelaporan hasil pemeriksaan.
Sesuai dengan Pasal 7 PMK 17/2013 jo PMK 18/2021, standar umum pemeriksaan merupakan standar yang bersifat pribadi dan berkaitan dengan persyaratan pemeriksa pajak. Pemeriksa pajak yang melaksanakan pemeriksaan harus memenuhi syarat-syarat berikut.
Pertama, telah mendapat pendidikan dan pelatihan teknis yang cukup serta memiliki keterampilan sebagai pemeriksa pajak. Kedua, menggunakan keterampilannya secara cermat dan seksama. Ketiga, jujur dan bersih dari tindakan-tindakan tercela serta senantiasa mengutamakan kepentingan negara. Â Keempat, taat terhadap berbagai ketentuan peraturan perundang-undangan di bidang perpajakan.
Selanjutnya, sesuai dengan Pasal 8 PMK 17/2013 jo PMK 18/2021, pelaksanaan pemeriksaan untuk menguji kepatuhan pemenuhan kewajiban perpajakan juga harus dilakukan sesuai dengan standar pelaksanaan pemeriksaan, yang meliputi hal-hal berikut.
Pertama, pelaksanaan pemeriksaan harus didahului dengan persiapan yang baik sesuai dengan tujuan pemeriksaan. Persiapan paling sedikit meliputi kegiatan mengumpulkan dan mempelajari data wajib pajak, menyusun rencana pemeriksaan (audit plan), dan menyusun program pemeriksaan (audit program), serta mendapat pengawasan yang saksama.
Kedua, pemeriksaan dilaksanakan dengan melakukan pengujian berdasarkan metode dan teknik pemeriksaan sesuai dengan program pemeriksaan (audit program) yang telah disusun.
Ketiga, temuan hasil pemeriksaan harus didasarkan pada bukti kompeten yang cukup dan berdasarkan pada ketentuan peraturan perundang-undangan perpajakan.
Keempat, pemeriksaan dilakukan suatu tim pemeriksa pajak yang terdiri dari seorang supervisor, seorang ketua tim, dan seorang atau lebih anggota tim. Dalam keadaan tertentu, ketua tim dapat merangkap sebagai anggota tim.
Kelima, tim pemeriksa pajak dapat dibantu seorang atau lebih yang memiliki keahlian tertentu, baik yang berasal dari Ditjen Pajak (DJP) maupun instansi di luar DJP yang telah ditunjuk dirjen pajak, sebagai tenaga ahli seperti penerjemah bahasa, ahli di bidang teknologi informasi, dan pengacara.
Keenam, apabila diperlukan, pemeriksaan untuk menguji kepatuhan pemenuhan kewajiban perpajakan dapat dilakukan secara bersama-sama dengan tim pemeriksa dari instansi lain.
Ketujuh, pemeriksaan dapat dilaksanakan di kantor DJP, tempat tinggal atau tempat kedudukan wajib pajak, tempat kegiatan usaha atau pekerjaan bebas wajib pajak, dan/atau atau tempat lain yang dianggap perlu pemeriksa pajak.
Kedelapan, pemeriksaan dilaksanakan pada jam kerja dan apabila diperlukan dapat dilanjutkan di luar jam kerja. Terakhir, pelaksanaan pemeriksaan didokumentasikan dalam bentuk kertas kerja pemeriksaan (KKP).
KKP wajib disusun pemeriksa pajak. KKP berfungsi sebagai bukti pemeriksaan telah dilaksanakan sesuai standar pelaksanaan pemeriksaan, bahan dalam melakukan pembahasan akhir hasil pemeriksaan dengan wajib pajak mengenai temuan hasil pemeriksaan, dan dasar pembuatan laporan hasil pemeriksaan (LHP).
Selain itu, KKP juga menjadi sumber data atau informasi bagi penyelesaian keberatan atau banding yang diajukan oleh wajib pajak dan referensi untuk pemeriksaan berikutnya. Sesuai dengan Pasal 9 PMK 17/2013 jo PMK 18/2021, KKP harus memberikan gambaran mengenai prosedur pemeriksaan yang dilaksanakan; data, keterangan, dan/atau bukti yang diperoleh; pengujian yang telah dilakukan; dan simpulan dan hal-hal lain yang dianggap perlu yang berkaitan dengan pemeriksaan.
Lebih lanjut, sesuai dengan Pasal 10 PMK 17/2013 jo PMK 18/2021, kegiatan pemeriksaan untuk menguji kepatuhan pemenuhan kewajiban perpajakan harus dilaporkan dalam bentuk LHP yang disusun sesuai dengan standar pelaporan hasil pemeriksaan sebagai berikut.
Pertama, LHP disusun secara ringkas dan jelas, memuat ruang lingkup atau pos-pos yang diperiksa sesuai dengan tujuan pemeriksaan, memuat simpulan pemeriksa pajak yang didukung temuan yang kuat tentang ada atau tidak adanya penyimpangan terhadap peraturan perundang-undangan perpajakan, dan memuat pula pengungkapan informasi lain yang terkait dengan pemeriksaan.
Kedua, LHP untuk menguji kepatuhan pemenuhan kewajiban perpajakan sekurang-kurangnya memuat hal-hal berikut: penugasan pemeriksaan; identitas wajib pajak; pembukuan atau pencatatan wajib pajak; pemenuhan kewajiban perpajakan; data/informasi yang tersedia; buku dan dokumen yang dipinjam; materi yang diperiksa; uraian hasil pemeriksaan; ikhtisar hasil Pemeriksaan; penghitungan pajak terutang; dan simpulan dan usul pemeriksa pajak. (kaw)