Ilustrasi.
SUKOHARJO, DDTCNews – Pemkab Sukoharjo berencana menaikkan nilai jual objek pajak pada tahun ini. Nilai jual objek pajak dinaikkan sesuai dengan amanat Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK).
Kepala Badan Keuangan Daerah (BKD) Kabupaten Sukoharjo Richard Tri Handoko mengatakan nilai jual objek pajak (NJOP) biasanya dinaikkan setiap 2 tahun dan disesuaikan dengan harga pasar serta perkembangan wilayah.
"Kenaikan tersebut kami beri stimulus sehingga tidak memberatkan masyarakat, tetapi tidak semua wilayah," katanya, dikutip pada Minggu (12/2/2023).
Apabila masyarakat keberatan dengan kenaikan NJOP lantaran melebihi harga pasar, lanjut Richard, BKD membuka ruang komunikasi bagi masyarakat untuk menyampaikan keberatannya.
Sementara itu, Kepala Bidang (Kabid) Pendapatan BKD Sukoharjo Asmaji Budi Prayogo menuturkan target penerimaan PBB pada tahun ini tidak akan ditingkatkan.
"Untuk target [penerimaan] 2023 tidak ada kenaikan. Target [penerimaan] PBB sama dengan 2022," tuturnya seperti dilansir solopos.com.
Pada tahun lalu, Pemkab Sukoharjo menargetkan penerimaan PBB sejumlah Rp35 miliar. Dari target itu, pemkab berhasil merealisasikan PBB sekitar 120% dari target yang ditetapkan atau kurang lebih Rp42,12 miliar.
NJOP adalah harga rata-rata yang diperoleh dari transaksi jual beli tanah/bangunan yang terjadi secara wajar. Bila tidak terdapat transaksi jual beli, NJOP ditentukan melalui perbandingan harga dengan objek sejenis, nilai perolehan baru, atau NJOP pengganti.
Secara umum, NJOP adalah dasar bagi pemkab/pemkot untuk menetapkan PBB atau bea perolehan hak atas tanah/bangunan (BPHTB) terutang. NJOP yang menjadi dasar penghitungan PBB adalah 20% hingga 100% dari NJOP setelah dikurangi NJOP tidak kena pajak (NJOPTKP).
Lebih lanjut, dasar pengenaan BPHTB adalah nilai perolehan objek pajak. Dalam hal nilai perolehan objek pajak tidak diketahui atau lebih rendah dari NJOP, dasar pengenaan BPHTB adalah NJOP. (rig)