Presiden Prancis Emmanuel Macron.
PARIS, DDTCNews – Pemerintah Prancis berkomitmen untuk menurunkan tarif pajak penghasilan (PPh) secara signifikan dan menghapus kebijakan pajak kekayaan. Komitmen itu sebagai respons dari protes yang rompi kuning yang belakangan terjadi.
Presiden Prancis Emmanuel Macron menegaskan pemotongan PPh senilai EUR5 miliar (Rp79,05 triliun) akan diberlakukan bagi warga berpenghasilan rendah dan menengah. Sementara, rencana penghapusan pajak kekayaan akan ditinjau oleh pemerintah pada 2020.
“Inisiatif ini penurunan tarif PPh akan ditambal dengan menutup celah kebocoran penerimaan pajak dan beberapa langkah lainnya,” paparnya seperti dikutip pada Jumat (26/4/2019).
Penurunan PPh juga sebagai upaya pemerintah untuk membersihkan diri dari reputasi sebagai negara dengan pajak tertinggi di dunia. Hal ini dibuktikan oleh OECD yang menunjukkan pemungutan pajak Prancis setara dengan 54% produk domestik bruto (PDB).
Seiring dengan keringanan pajak, Macron menjelaskan pengeluaran pemerintah akan dikurangi dan warga Prancis harus bekerja lebih lama untuk membangun kontribusi sosial. Hal ini merupakan suatu pengumuman yang tidak mungkin menjadi populer di negara yang dikenal selama 35 jam seminggu.
“Kita harus bekerja lebih banyak, saya sudah mengatakannya sebelumnya. Warga Prancis bekerja lebih sedikit dibanding negara-negara tetangganya. Kita tidak perlu berdebat tentang hal ini,” papar pria yang terkenal melelahkan stafnya.
Dia memutuskan untuk membuat para pekerja di Prancis bekerja lebih lama per minggunya dengan memotong jumlah hari libur bank. Namun, dia tidak mendukung rencana untuk memperpanjang batas usia pensiun minimal yaitu 62 tahun.
Di samping itu, pemerintah juga berencana untuk menghapus penerapan pajak kekayaan meskipun pembahasan lebih lanjut baru akan dilakukan pada 2020. “Untuk penghapusan pajak kekayaan, ini bukan hadiah untuk orang kaya tapi sebagai reformasi untuk merangsang produksi,” ungkapnya, seperti dilansir france24.
Seluruh rencana tindakan pemerintah itu untuk meredam aksi demo rompi kuning yang bermula dari kekesalan warga atas kenaikan tarif pajak diesel. Namun, demo tersebut justru berkembang menjadi reaksi yang lebih luas terhadap ketidaksetaraan dan elit politik dianggap kehilangan kontak dengan warga.