LONDON, DDTCNews—Lebih dari 50 pengusaha ritel besar di Inggris menuntut potongan tarif bisnis atau pajak dari pemerintah. Potongan tersebut ditujukan untuk menjaga masa depan High Street—toko atau bisnis di tepi jalan—di tengah tekanan kuat dari para pesaing online.
Dalam surat yang dikirim kepada Menteri Keuangan Sajid Javid, bos beberapa ritel terbesar di negara itu menyerukan reformasi atas sistem tarif bisnis. Adapun yang menjadi titik fokus adalah pajak yang dkenakan pada perusahaan berdasarkan pada bangunan yang mereka tempati.
“Perombakan akan menjadi langkah penting untuk mereformasi sistem tarif bisnis yang membuat investasi tertahan, dan mengancam lapangan kerja serta membahayakan High Street,” kata Helen Dickinson, Kepala Eksekutif British Retail Consortium, Rabu (14/8/2019).
Surat yang dikirimkan oleh para peritel ini meminta pembekuan pengganda tarif bisnis untuk menghentikan kenaikan pajak lainnya. Sebab, perusahaan ritel membayar sekitar 10% dari pajak atas bisnis dan membayar sekitar 25% dari tarif bisnis.
Adapun tarif bisnis adalah pajak untuk membantu membayar layanan lokal. Pajak ini dibebankan pada sebagian besar properti komersial termasuk toko, gudang, kafe, dan restoran. Pajak ini dihitung menurut nilai sewa properti dan memiliki pengganda atau dapat meningkat berdasarkan inflasi.
Padahal ritel adalah perusahaan swasta terbesar di Inggris. Sektor industri ini mempekerjakan sekitar 3 juta orang. Selain itu, industri ini juga menyumbang sekitar 5% dari ekonomi Inggris. Selama beberapa tahun terakhir, peritel menghadapi persaingan ketat dari para pesaing online.
Proporsi barang yang dibeli secara online juga naik menjadi sekitar seperlima dari seluruh penjualan. Terlebih, pengecer digital cenderung menghadapi pajak yang lebih rendah karena mereka tidak menempati ruang fisik.
Misalnya, toko online Amazon membayar BP63,4 juta atau setara dengan Rp1,1 triliun pada tarif bisnis. Nominal tersebut hampir BP40 juta atau setara dengan Rp689,6 miliar, lebih rendah dari Next—salah satu brand ritel.
Menurut British Retail Consortium, tingkat kekosongan di Hight Street telah meningkat menjadi 10,3%, dan ini adalah tingkat tertinggi sejak Januari 2015. Angka penjualan rata-rata selama 12 bulan terakhir juga telah turun ke rekor terendah.
“Beban yang memberi tekanan pada semua High Street, tidak hanya menghambat pertumbuhan tetapi juga merupakan kontributor utama penutupan toko-toko dan mengakibatkan penurunan kota-kota,” kata Clive Lewis, ketua Rantai Mode River Island, seperti dilansir theguardian.com (MG-nor/Bsi)
Cek berita dan artikel yang lain di Google News.