OECD.
PARIS, DDTCNews - Organisation for Economic Co-operation and Development (OECD) mencatat negara-negara mulai mengurangi insentif-insentif pajak yang diberikan dalam meringankan beban masyarakat di tengah pandemi Covid-19 dan lonjakan inflasi.
Setelah memberikan banyak insentif pajak pada 2020 hingga 2022, negara-negara mulai menerapkan kebijakan peningkatan tarif dan perluasan basis pajak dalam rangka meningkatkan penerimaan.
"Kita menyaksikan pergeseran fokus kebijakan menuju penciptaan ruang fiskal guna mengantisipasi tantangan pada masa yang akan datang, seperti digitalisasi dan AI, perubahan pola perdagangan, perubahan iklim, dan penuaan populasi," ujar Sekjen OECD Mathias Cormann, dikutip Selasa (1/10/2024).
Secara terperinci, OECD mencatat pada tahun lalu ada banyak yurisdiksi yang memutuskan untuk meningkatkan tarif PPh badannya. Tercatat ada 6 yurisdiksi yang memutuskan untuk meningkatkan PPh badan pada 2023. Sebaliknya, hanya ada 1 negara yang memutuskan untuk menurunkan tarif PPh badan.
Terkait dengan PPh orang pribadi, OECD mencatat tren pemangkasan tarif PPh orang pribadi masih berlanjut hingga 2023. Keringanan PPh orang pribadi difokuskan pada rumah tangga kelas menengah dan kelas bawah.
Meski tarif PPh orang pribadi tercatat cenderung turun, banyak negara yang memutuskan untuk meningkatkan tarif iuran jaminan sosial (social security contribution/SSC) dalam rangka menindaklanjuti peningkatan biaya kesehatan dan memenuhi kebutuhan perlindungan sosial.
Terkait dengan PPN, OECD mencatat ada 6 negara yang memutuskan untuk meningkatkan tarif umum PPN pada tahun lalu yakni Estonia, Turki, Luksemburg, Maladewa, Swiss, dan Singapura.
Kebijakan penurunan tarif PPN lebih difokuskan untuk mendukung pemanfaatan energi baru terbarukan. Menurut OECD, terdapat banyak negara yang mulai memberikan diskon PPN khusus atas penyerahan mobil listrik. Tak hanya itu, fasilitas PPN 0% juga diberikan atas penyerahan panel surya. (sap)