Presiden AS Donald Trump.
WASHINGTON, DDTCNews – Presiden Amerika Serikat (AS) Donald Trump dimakzulkan oleh DPR. Namun, keputusan tetap menjabat atau tidaknya sebagai presiden akan ditentukan dalam persidangan yang akan digelar Senat AS.
Pada Rabu (18/12/2019) sekitar pukul 20.30 waktu setempat, DPR menyerukan pemungutan suara atas dua tuduhan. Pertama, penyalahgunaan kekuasaan karena ada dugaan Trump menekan Ukraina untuk mengumumkan penyelidikan terhadap saingan politik Demokratnya, Joe Biden.
Kedua, upaya menghalangi Kongres. Hal ini dikarena Trump dituduh menolak bekerja sama dalam penyelidikan pemakzulan, menahan bukti dokumenter, serta melarang setiap orang yang ada dipihaknya untuk memberikan bukti.
“Selama berabad-abad orang Amerika telah berjuang dan mati untuk membela demokrasi bagi rakyat. Namun, sangat menyedihkan sekarang visi pendiri kami tentang republik berada di bawah ancaman dari tindakan dari Gedung Putih,” ujar Ketua DPR Demokrat Nancy Pelosi.
Dalam pemungutan suara tersebut, mayoritas DPR menyepakati agar Trump lengser. Pemungutan suara untuk tuduhan penyalagunaan kekuasaan menghasilkan posisi 230—197. Sementara, untuk tuduhan upaya menghalangi Kongres sebanyak 229—198 suara.
“Jika kita tidak bertindak sekarang, kita akan terlantar dalam bertugas. Sangat tragis, tindakan nekat presiden membuat pemakzulan diperlukan. Dia tidak memberi kita pilihan,” imbuh Pelosi.
Hasil pemungutan suara itu menempatkan Donald Trump menjadi presiden AS ketiga dalam sejarah, yang dimakzulkan oleh DPR. Sebelumnya, ada Bill Clinton dan Andrew Johnson.
Perwakilan Demokrat Joe Kennedy – cucu keponakan Presiden John F Kennedy – menggunakan pidatonya untuk berbicara langsung dengan anak-anaknya. Dia menjelaskan keputusannya untuk memilih pemakzulan. Dia menuduh Trump menggunakan kekuatannya sebagai senjata untuk melawan rakyatnya sendiri.
"Dear Ellie dan James, ini adalah momen yang akan kalian baca di buku-buku sejarah,” kata anggota Kongres dari Massachusetts itu.
Sementara itu, Doug Collins, Anggota Partai Republik di Komite Kehakiman DPR menuduh Partai Demokrat melakukan penyelidikan yang tidak adil dan tidak sah. Menurutnya, pemakzulan hanya didasarkan pada anggapan. Bahkan, Barry Loudermilk yang juga dari Republik membandingkan proses impeachment dengan nasib Yesus Kristus.
“Selama persidangan itu, Pontius Pilatus memberikan lebih banyak hak kepada Yesus daripada yang diberikan Demokrat kepada presiden dalam proses ini,” katanya.
Ketika pemungutan suara berlangsung, Presiden Trump sedang menyampaikan pidato kampanye. Dia mengatakan kepada kerumunan di Battle Creek, Michigan bahwa ada kaum radikal kiri di Kongres yang dipenuhi rasa iri dan kemarahan.
“Smentara kita menciptakan lapangan kerja dan berjuang untuk Michigan, kaum radikal kiri di Kongres dipenuhi dengan rasa iri, kebencian, dan kemarahan, Anda lihat apa yang terjadi,” ujar Trump.
Gedung Putih mengeluarkan pernyataan yang mengatakan bahwa presiden yakin dia akan sepenuhnya dibebaskan dalam sidang Senat. Apalagi, Partai Republik memiliki mayoritas di Senat, sehingga ada peluang Trump masih menjabat sebagai Presiden ketika para senator memberikan suara.
Seperti dilansir bbc.com, Pemimpin Senat Republik Mitch McConnell sebelumnya mengatakan bahwa senator Republik akan bertindak dalam koordinasi yang total dengan tim presiden selama persidangan. Hal ini membuat marah Demokrat dan mengatakan senator wajib bertindak sebagai juri yang tidak memihak. (kaw)