SAMPAR CORONA

Kalau Corona Jadi Pandemi, Begini Perhitungan Oxford Economics

Redaksi DDTCNews
Senin, 02 Maret 2020 | 18.51 WIB
Kalau Corona Jadi Pandemi, Begini Perhitungan Oxford Economics

HONG KONG, DDTCNews—Prospek mengerikan sampar virus Corona menjadi pandemi akan sangat mengganggu perekonomian global. Oxford Economics menyimulasikan skenario pandemi global yang akan menelan sedikitnya US$1,1 triliun produk domestik bruto (PDB) global.

Penghitungan Oxford Economics, lembaga think tank ekonomi berbasis di Oxford, Inggris, dengan lebih dari 1.500 klien di seluruh dunia, menyebutkan jika pandemi global itu terjadi, ekonomi Amerika Serikat (AS) dan zona euro akan menderita resesi pada paruh pertama 2020.

“Kami menguraikan dua skenario wabah virus corona berubah jadi pandemi. Skenario pertama, sampar itu jadi pandemi di Asia, PDB global turun US$0,4 triliun (0,5%) pada 2020 dari perkiraan awal. Skenario kedua, jika pandemi global, ia akan turun US$1,1 triliun (1,3%),” ungkap riset tersebut.

Riset itu juga mengungkapkan PDB global akan terpukul sebagai akibat dari penurunan konsumsi, investasi, juga perjalanan bisnis dan wisata. Riset tersebut sekaligus menggambarkan skenario sampar virus corona itu akan menjadi ‘kejutan singkat tetapi sangat dalam pada ekonomi global.’

Dengan angka kematian yang sudah mencapai lebih dari 3.000 jiwa, serta , lebih dari 89.000 orang terjangkit virus corona di 68 negara, beberapa ekonom lain juga mulai berdebat tentang apakah dunia akan mendeklarasikan pandemi atas sampar tersebut.

“Deklarasi pandemi ini skenario mengerikan,” kata ekonom IMF Gita Gopinath dalam wawancara dengan Yahoo Finance. “Ini akan mengakibatkan lonjakan absensi di tempat kerja, menurunkan produktivitas, mengganggu rantai pasokan, dan berkurangnya perdagangan dan investasi.

Ia menyebutkan virus tersebut hanya akan menjatuhkan 0,1 poin persen dari perkiraan pertumbuhan global 3,3% untuk 2020. Oxford Economics sendiri memprediksi pertumbuhan ekonomi global 2020 akan melambat menjadi hanya 2,3%, terlemah sejak 2009.

Investor sudah gelisah, dengan benchmark saham AS merosot lebih dari 3% pada Senin dan Indeks S&P 500 turun terbesar sejak Februari 2018. Kepala Organisasi Kesehatan Dunia menyebut kasus-kasus baru itu ‘sangat memprihatinkan’, tetapi wabah tersebut belum menjadi pandemi.

Saat ini, para gubernur bank sentral dan pemerintah masih yakin wabah virus corona tidak akan merusak ekonomi global secara signifikan. Namun, keyakinan ini masih terus diuji. “Risiko penurunan yang jauh lebih besar itu tentu menjadi masalah,” kata Axel Weber, Kepala Grup UBS.seperti dilansir Bloomberg.

Ia memperingatkan pertumbuhan global akan susut dari 3,5% menjadi 0,5%. Karena itu, kebijakan moneter saja tidak cukup. "Dugaan saya, kita tidak akan bisa menyelesaikan masalah ini hanya dengan suku bunga,” sambung Drew Matus, Kepala Strategi Pasar MetLife Investment Management. (Bsi)

Editor :
Cek berita dan artikel yang lain di Google News.
Bagikan:
user-comment-photo-profile
Belum ada komentar.