Ilustrasi, (DDTCNews)
TAIPEI, DDTCNews – Pemerintah Taiwan berencana merevisi ketentuan pajak penghasilan yang berlaku saat ini guna menekan praktik spekulasi properti.
Premier Republik China Su Tseng Chang mengatakan pemerintah melalui aturan pajak penghasilan yang baru nantinya akan memungut pajak lebih besar terhadap wajib pajak yang menjual properti dalam jangka pendek.
"Revisi pajak penghasilan diharapkan dapat menghapus praktik spekulasi properti dan menciptakan keadilan dalam hal akses terhadap tempat tinggal," katanya seperti dilansir focustaiwan.tw, dikutip Senin (15/3/2021).
Dalam rancangan beleid yang akan diserahkan kepada parlemen tersebut, wajib pajak yang menjual rumah atau tanah dalam waktu kurang dari 2 tahun setelah rumah atau tanah dibeli akan dikenai pajak properti dengan tarif mencapai 45% dari harga jual.
Bila rumah atau tanah dijual setelah 2 hingga 5 tahun kepemilikan, tarif pajak yang dikenakan atas transaksi properti mencapai 35%. Aturan tersebut juga berlaku untuk wajib pajak luar negeri baik perorangan maupun badan.
Wajib pajak asing yang menjual propertinya sebelum 2 tahun kepemilikan akan dikenai pajak sebesar 45%. Bila properti dijual setelah 2 tahun kepemilikan, pajak transaksi properti yang dikenakan juga mencapai 35%.
Untuk diketahui, Taiwan tercatat telah memberlakukan pajak properti yang terintegrasi dengan pajak penghasilan terhitung sejak 2016. Dalam beleid lama, pajak transaksi properti sebesar 45% hanya dikenakan atas wajib pajak yang menjual propertinya sebelum 1 tahun kepemilikan.
Bila kepemilikan properti adalah selama 1 hingga 2 tahun, tarif pajak turun menjadi 35%. Lalu, tarif pajak sebesar 20% jika kepemilikan selama 2 hingga 10 tahun. Bila properti dimiliki selama lebih dari 10 tahun, tarif pajaknya turun lagi menjadi 15%.
Meski begitu, skema pajak transaksi properti yang berlaku sejak 2016 ini dinilai masih belum efektif menekan spekulasi mengingat penjualan rumah dan tanah yang baru dimiliki selama 1 hingga 2 tahun oleh wajib pajak masih cenderung meningkat. (rig)