Wisatawan berjalan melewati pemindai panas di dermaga, setelah Langkawi kembali membuka daerahnya untuk wisatawan lokal, ditengah pandemi virus corona (COVID-19), di Malaysia, Kamis (16/9/2021). ANTARA FOTO/REUTERS/Lim Huey Teng/RWA/djo
KUALA LUMPUR, DDTCNews – Departemen Bea dan Cukai Malaysia kembali memperpanjang pembebasan pajak pariwisata sampai 2023. Langkah ini diambil untuk mempercepat pemulihan sektor pariwisata Malaysia akibat dampak Covid-19.
Dalam keputusan yang diteken 30 September 2021, Kepala Departemen Bea dan Cukai Malaysia mengumumkan penundaan pengenaan pajak pariwisata, dari yang seharusnya berlaku per 1 Oktober 2022 menjadi 1 Januari 2023.Â
"Pemberitahuan tersebut menyatakan bahwa Menteri Keuangan telah menyetujui untuk menunda lebih lanjut tanggal efektif penerapan pengenaan pajak pariwisata atas tempat akomodasi yang dipesan melalui DPSP menjadi 1 Januari 2023," bunyi pengumuman resmi pemerintah Malaysia, dikutip Kamis (21/10/2021).
Pajak pariwisata merupakan salah satu jenis pajak yang berlaku di Malaysia. Pajak yang berlaku sejak September 2017 ini menyasar wisatawan asing yang berlibur dan menginap di Malaysia. Pajak ini dipungut oleh penyedia akomodasi pariwisata terhadap wisatawan dengan tarif tertentu.
Saat awal dikenakan pada tahun 2017, pajak pariwisata di Malaysia diterapkan di 5.000 hotel di seluruh Malaysia. Adapun tarif yang dikenakan yaitu sebesar RM10 (Rp34 ribu) per malam per kamar bagi orang asing. Sementara warga lokal, dikutip Orbit Tax, dibebaskan dari pengenaan pajak pariwisata.
Pada saat awal diluncurkan, pajak pariwisata diharapkan dapat memberikan kontribusi bagi penerimaan negara hingga RM654,62 juta atau setara Rp22 triliun. Pendapatan tersebut berasal 11 juta kamar hotel yang tersedia di hotel seluruh Malaysia.
Perlu diketahui, saat ini ada 41 negara di dunia yang mengenakan jenis pajak pariwisata. Pajak ini dikenakan sebagai langkah antisipasi dampak negatif pariwisata. Selain itu, untuk mengurangi jumlah pengunjung wisatawan asing ke suatu negara. (sap)
Â