CANBERRA, DDTCNews – Australian Tax Office (ATO) mengungkapkan hanya 5% dari proyek-proyek minyak dan gas (migas) yang beroperasi di Australia yang membayar pajak atas royalti (petroleum resource rent tax/PRRT).
Menurut Asisten Komisioner ATO Graham Whyte, industri migas saat ini didominasi oleh proyek-proyek yang dipegang oleh perusahan multinasional yang beroperasi di Queensland dan Pantai Barat Australia. Tahun lalu, proyek migas ini mencapai keuntungan AUS$25 miliar (Rp246 triliun).
“Selama 2014-2015, dari 149 proyek yang ada, baru 8 yang membayar PRRT dengan benar. Artinya kami perlu melakukan penelitian lebih lanjut terhadap proyek-proyek migas ini,” ujarnya Senin (10/10).
Sebagai informasi, pemegang proyek migas dapat menggunakan skema carry-forward. Dengan kata lain, segala biaya operasional dapat menjadi pengurang penghasilan yang akan dikenakan pajak. Apabila rugi, kerugian tersebut dapat dikreditkan di tahun pajak berikutnya.
Dia menambahkan bahwa saat ini industri migas mengalami kenaikan biaya operasi mencapai AUS$187 miliar (Rp1.841 triliun) dan pertumbuhannya mencapai 18% setiap tahunnya.
Sementara itu, Asosiasi Eksplorasi dan Produksi Migas Australia (APPEA), menolak pernyataan yang disampaikan oleh ATO dan membela industri migas.
“Ini adalah pajak yang dibayarkan ketika proyek mengalami kondisi super-profit. Hanya berlaku jika proyek mendapatkan keuntungan, jika rugi ya tidak perlu membayar pajak,” ungkap Kepala Eksekutif APPEA Malcolm Roberts.
Seperti dilansir dari The Sydney Morning Herald, Malcolm mengatakan jika dilihat secara menyeluruh, sebenarnya industri migas tetap menjadi pembayar pajak terbesar di Australia. (Gfa)