AUSTRALIA

Negara Ini Ajukan RUU Diverted Profit Tax ke Parlemen

Redaksi DDTCNews
Selasa, 21 Februari 2017 | 16.42 WIB
Negara Ini Ajukan RUU Diverted Profit Tax ke Parlemen

CANBERRA, DDTCNews – Pemerintah Australia telah mengirimkan draf Undang-Undang tentang pengalihan keuntungan perusahaan atau dikenal dengan nama diverted profit tax (DPT) kepada Parlemen pada Kamis (9/2) lalu. Aturan tersebut dibuat dengan maksud untuk mencegah perusahaan-perusahaan multinasional dalam melakukan pergesaran laba ke luar negeri (profit shifting).

Bendahara Pemerintah Australia Scott Morinson mengatakan DPT pertama kali diumumkan pada Mei 2016 pada saat pemerintah meluncurkan paket anggaran keuangan untuk tahun 2017. Dalam draf UU DPT tersebut disebutkan bahwa otoritas pajak Australia (Australian Taxation Office/ATO) akan mengenakan pajak sebesar 40% atas keuntungan yang dialihkan oleh perusahaan multinasional.

“Jika draf DPT ini lulus dari pembahasan Parlemen maka DPT akan mulai berlaku efektif setelah 1 Juli 2017 dan akan dikenakan atas pengalihan keuntungan yang sudah dilakukan sebelum tanggal berlaku UU tersebut,” ujarnya.

DPT hanya diberlakukan bagi entitas global yang memiliki penhasilan tahunan di seluruh dunia lebih dari AU$1 miliar atau sekitar Rp10,2 triliun, atau anak dari sebuah grup perusahaan yang induk perusahaannya memiliki pendapatan tahunan minimal AU$1 miliar.

“Kami berharap adanya UU DPT ini nantinya akan meningkatkan penerimaan negara hingga AU$100 juta (Rp1,02 triliun) per tahun, dimulai dari tahun fiskal 2018-2019,” pungkas Scott.

Dalam menyerahkan draf UU DPT ke Parlemen, Scott mengatakan Australia telah memperkenalkan beberapa aturan terkait dengan integritas pajak, salah satunya aturan mengenai perubahan transfer pricing yang telah disesuaikan dengan rekomendasi dari OECD.

Scott menambahkan, seperti dilansir dari Tax Notes International, dibuatnya UU DPT ini tidak akan menggantikan aturan mengenai transfer pricing yang sudah ada sebelumnya.

Menurutnya, dengan adanya UU DPT ini justru akan mendorong kerja sama yang lebih besar antara perusahaan multinasional yang selama ini tidak kooperatif dengan ATO, sehingga mengurangi durasi perselisihan antara kedua belah pihak. (Amu)

Cek berita dan artikel yang lain di Google News.
Bagikan:
user-comment-photo-profile
Belum ada komentar.