JAKARTA, DDTCNews – Badan Kebijakan Fiskal (BKF) Kementerian Keuangan mengkaji perubahan pengenaan Pajak Penghasilan (PPh) kepada pelaku Usaha Mikro Kecil Menengah (UMKM), di mana saat ini pengenaannya masih mengacu Peraturan Pemerintah (PP) Nomor 46 Tahun 2013.
Kepala BKF Suahasil Nazara mengatakan pelaku UMKM saat ini masih dikenakan tarif 1% dari omzet maksimal sebesar Rp4,8 miliar. Menurutnya, perubahan pengenaan tarif PPh kepada pelaku UMKM nantinya akan dimasukkan ke dalam revisi UU PPh yang kini masih dirancang.
"Revisi UU PPh masih kami tinjau ulang, khususnya mengenai tetap perlu dikenakan pajak final atau tidak. Kami masih mencari skema yang bisa membuat pelaku UMKM lebih patuh pajak ke depannya," ujarnya di Kantor Kementerian Keuangan Jakarta, Selasa (23/4).
Menurutnya penghitungan tarif PPh untuk badan akan mempertimbangkan baik dikenakan pajak final maupun tidak, khususnya untuk beberapa sektor industri yang menggunakan basis pembukuan.
"Prinsipnya semua dikenakan tarif reguler, tapi ada situasi tertentu seperti pada sektor properti dan konstruksi itu dikenakan tarif PPh final. Karena sektor tersebut kan kecil-kecil, jadi supaya mudah menghitungnya, maka difinalkan," tuturnya.
Suahasil menjelaskan PP 46/2013 merupakan langkah yang diambil pemerintah untuk kategori wajib pajak tertentu. "Jadi PP 46/2013 itu tentang pelaku UMKM, daripada pembukuan reguler, ya dibuat final saja," katanya.
Selain UMKM, PPh final juga berlaku pada penghasilan pengalihan atau jual beli tanah maupun bangunan dengan tarif 2,5% dari jumlah bruto nilai pengalihan hak atas tanah dan/atau bangunan, dan imbal jasa konstruksi yang berkisar 2-6%.
Di satu sisi, Dirjen Pajak mengakui pengenaan PPh final menyebabkan Ditjen Pajak kehilangan informasi terkait biaya dalam kegiatan usaha. Pasalnya biaya pada satu usaha merupakan penghasilan bagi usaha lain yang menghasilkan potensi pajak berkelanjutan. (Amu)