JAKARTA, DDTCNews – Peringkat kemudahan berusaha atau Ease of Doing Business (EoDB) di Indonesia mengalami peningkatan. Penilaian yang dilakukan oleh Bank Dunia ini menempatkan kemudahan berusaha di Indonesia 2018 naik 19 peringkat ke posisi 72 dari sebelumnya 91.
Namun hal ini tidak membuat pemerintah jemawa, sebab beberapa indikator masih mengalami penurunan yakni terkait pembayaran pajak yang turun 10 peringkat dari 104 ke 114 serta perdagangan lintas batas yang merosot dari 108 ke 112. Dua indikator tersebut merupakan domain di bawah komando Menteri Keuangan Sri Mulyani Indrawati yakni di Ditjen Pajak serta Ditjen Bea Cukai.
Wakil Menteri Keuangan Mardiasmo menjelaskan dalam indikator pembayaran pajak, ada empat aspek yang dinilai yakni pertama number of payment. Hal ini menyangkut penyampaian surat pemberitahuan (SPT) pajak.
Di luar negeri, kata Mardiasmo, penyampaian digital dengan e-filling menjadi keharusan, sedangkan di Indonesia masih bertahap, terutama untuk desa yang wajib pajaknya merupakan UMKM akan beda dengan wajib pajak badan yang sudah besar.
"Number of payment dari tahun lalu dan sekarang itu sama, 43. Untuk meng-enforce WP wajib e-filling kan susah," kata Mardiasmo dalam konferensi pers di Kemenko Perekonomian, Jakarta Pusat, Rabu (1/11).
Lalu, kedua, aspek waktu pelaporan pajak. Dia mengatakan sebenarnya waktu wajib pajak memenuhi kewajiban pajak lebih cepat. Pada 2017 sudah bisa menghemat 13,5 jam. Dengan menggunakan channel pembayaran melalui online, ATM, mobile banking dan lain sebagainya.
Ketiga terkait tarif pajak yang kompetitif. Salah satu yang disoroti pajak penghasilan (PPh) atas tanah dan bangunan. Namun untuk menurunkan tarif pajak lainnya tentu tak bisa sembarangan, itu harus melalui UU.
"Kalau kita itu PPh-nya yang dulu 5% menjadi 2,5% (PPh pengalihan tanah dan bangunan). Itu di-recognize. Kalau tarif PPh badan misalnya dikurangin, itu kan tidak bisa. Harus melalui undang-undang," ujar dia.
Keempat yakni post filling index atau proses sesudah pembayaran seperti adanya restitusi dan lain sebagainya yang sangat berhubungan dengan jumlah petugas pemeriksa. Mantan Ketua BPKP ini mengatakan jumlah petugas pun masih kurang.
Lebih jauh Mardiasmo menambahkan semua aspek ini memang sedang diperbaiki dan masih dalam proses. Sehingga dia menyatakan penurunan itu bukan karena Indonesia tertinggal dari negara lain.
"Ya bukan kalah cepat. Kita juga ada perbaikan yang cukup banyak kan. Tetapi di negara lain juga ada upaya perbaikan," jelas Mardiasmo.
Sementara itu, Dirjen Bea Cukai Heru Pambudi menambahkan dari sisi bea cukai sebenarnya menjadi salah satu area yang berkontribusi pada perbaikan EoDB. Jika dilihat, ada penurunan cost to import dan juga time to import mengalami perbaikan. Namun diakui negara lain mengalami perbaikan yang relatif lebih maju.
"Itu yang harus diperbaiki lagi. Negara lain mengalami perbaikan yang relatif lebih maju," pungkasnya.