JAKARTA, DDTCNews – Target penerimaan pajak tahun ini yang dipatok Rp1.424,7 triliun membutuhkan usaha ekstra keras untuk mencapainya. Oleh karena itu, otoritas pajak harus punya cara jitu dalam memungut pajak.
Anggota Komisi XI DPR RI Andreas Susetyo mengatakan untuk mencapai target penerimaan adalah dengan memperbaiki tax buoyancy atau elastitas pajak. Caranya ialah pemajakan pelaku ekonomi digital dan korporasi multinasional yang bergerak di ranah digital.
"Pemajakan di sektor e-commerce dan OTT (over the top) ini perlu segera dilaksanakan karena tax buoyancy kita kan masih rendah, salah satunya penyebabnya adalah ada sektor-sektor yang pertumbuhannya sangat tinggi tapi belum di pajaki," katanya, Jumat (23/3).
Oleh karena itu, Andreas menyarankan Direktorat Jenderal (Ditjen) Pajak untuk meningkatkan upaya pengumpulan pajak dengan menyasar sektor potensial. Salah satunya industri jual beli daring (online) atau e-commerce dan raksasa ekonomi digital seperti Google.
Seperti yang diketahui, data tax buoyancy Indonesia atau hubungan antara pertumbuhan produk domestik bruto (PDB) dan pertumbuhan penerimaan pajak tidak terlalu menggembirakan. Selama beberapa tahun terakhir, tax buoyancy Indonesia telah berada di bawah angka satu. Artinya, 1% pertumbuhan PDB hanya bisa menciptakan pertumbuhan penerimaan pajak kurang dari 1%.
Pengamat perpajakan Danny Darussalam Tax Center (DDTC) Bawono Kristiaji menilai tax ratio turut dipengaruhi oleh faktor elastisitas pajak atau tax buoyancy. Dia mengatakan, angka ideal dari tax buoyancy adalah 1, atau berimbangnya perolehan PDB dengan skor penerimaan pajak.
"Tapi, tax buoyancy kita kurang dari 0,8 pada 2017. Mungkin cuma kisaran 0,5 atau 0,6. Artinya, 1% pertumbuhan PDB hanya diikuti pertumbuhan penerimaan pajak 0,5%," katanya beberapa waktu lalu di Jakarta.
Bawono menyebutkan kurangnya faktor elastisitas pajak akan menyebabkan penurunan rasio penerimaan pajak negara. Tax ratio Indonesia sendiri pada 2017 menurun dari tahun sebelumnya, yakni dari 11,3% jadi 10,7% .(Amu)