KEUANGAN NEGARA

Asumsi Makro Ekonomi Meleset, Penyusunan APBN-P 2018 Jadi Opsi?

Redaksi DDTCNews
Jumat, 25 Mei 2018 | 11.08 WIB
Asumsi Makro Ekonomi Meleset, Penyusunan APBN-P 2018 Jadi Opsi?

JAKARTA, DDTCNews - Kenaikan harga minyak dunia dan depresiasi rupiah membuat tekanan pada anggaran negara karena angkanya jauh di atas asumsi pemerintah. Perubahan atas Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara (APBN) menjadi pilihan untuk menyesuaikan dengan kondisi terkini.

Namun, Menteri Keuangan Sri Mulyani Indrawati menyatakan opsi APBN-P 2018 belum menjadi pilihan kebijakan yang akan dilakukan. Menurutnya, saat ini yang tengah disiapkan adalah adalah laporan kepada DPR soal realisasi APBN semester I.

"Yang disiapkan itu laporan semester I," katanya usai rapat paripurna DPR, Kamis (24/5).

Namun, pernyataan bertolak belakang diungkapkan oleh Ketua Tim Ahli Wakil Presiden Sofyan Wanandi. Dia menyatakan sudah ada pembahasan terkait APBN-P 2018 meski belum secara spesifik dibahas arah perubahannya.

"Internal kabinet sudah (dibahas). Cuma belum ambil keputusan mana yang baik. Tidak ada jalan lain selain APBN-P," katanya di Gedung MA.

Dia membeberkan rencana perubahan ini untuk merespons sejumlah asumsi makro ekonomi yang sudah melesat dari target. Seperti harga minyak hingga nilai tukar rupiah terhadap dolar AS. 

Lebih lanjut, Sofyan menjelaskan bahwa saat ini harga minyak dunia sudah mencapai level US$ 80/barel, sementara dalam APBN 2018 asumsinya sebesar US$ 48/barel. Begitu juga dengan nilai tukar rupiah terhadap dolar AS yang saat ini sudah mencapai level Rp14.000-Rp14.200, sementara di APBN hanya Rp13.400. 

"Ya, bagaimana subsidi naik, tapi tidak boleh utang. Perlu diperbaiki. Kan sekarang sedang dipersiapkan Menteri Keuangan ke DPR," jelasnya.

Pembahasan APBNP, kata Sofyan, menjadi penting lantaran adanya gejolak nilai tukar rupiah belakangan ini serta kenaikan harga minyak dunia yang melampaui asumsi APBN 2018. Selain itu, pemerintah berencana memberikan subsidi tambahan kepada dua perusahaan pelat merah, yaitu PT Pertamina (Persero) dan PT Perusahaan Listrik Negara (PLN).

"Oh itu pasti perlu diperbaiki. Sedang dipersiapkan Menteri Keuangan untuk dimasukkan ke dalam DPR. Tapi saya pikir ndak cepat, tergantung kebutuhannya saja," tutur Sofyan Wanandi. (Amu)

Cek berita dan artikel yang lain di Google News.
Bagikan:
user-comment-photo-profile
Belum ada komentar.