Managing Partner DDTC Darussalam dalam Dialog Publik Peluang dan Tantangan Ekspor Jasa Indonesia di Auditorium CSIS, Senin (16/7). (Foto: DDTCNews)
JAKARTA, DDTCNews - Beberapa bulan terakhir, Badan Pusat Statistik (BPS) mencatat neraca perdagangan Indonesia yang defisit. Bukan hanya impor yang membengkak, namun juga disumbang sektor ekspor jasa yang belum bisa memperkuat posisi neraca perdagangan Indonesia.
Managing Partner DDTC Darussalam mengatakan dengan pertumbuhan moderat di angka 9%, diperlukan akselerasi untuk menggenjot ekspor jasa di Indonesia.
"Target pertumbuhan dalam RPJMN (Rencana Pembangunan Jangka Menengah Nasional) 2015-2019 untuk ekspor jasa itu 19%. Target yang bombastis itu perlu adanya kebijakan untuk mendorong ekspor jasa," katanya dalam Dialog Publik Peluang dan Tantangan Ekspor Jasa Indonesia di Auditorium CSIS, Senin (16/7).
Menurut Darussalam, untuk mendorong ekspor jasa tidak melulu pemerintah memberikan insentif. Namun, kepastian hukum dalam penerapan suatu kebijakan bisa memberikan efek yang lebih besar ketimbang mengumbar insentif.
Salah satunya adalah penerapan kebijakan perihal ekspor jasa melalui Peraturan Menteri Keuangan (PMK) No. 70/2010 jo PMK No.30/2011 tentang Batasan Kegiatan dan Jenis Jasa Kena Pajak (JKP) yang atas Ekspornya Dikenai Pajak Pertambahan Nilai (PPN). Dalam beleid tersebut adanya hambatan dalam urusan pajak bagi ekspor jasa.
"Konsep PPNÂ itu kan dikenakan atas konsumsi barang dan jasa di wilayah pabean Indonesia, sementara dalam PMK 70 jo. PMK 30/2011 hanya 3 jenis jasa yang dikenakan PPN 0%. Hal ini berpotensi pemajakan berganda pada ekspor jasa nantinya," ungkapnya.
Selain itu, pengenaan PPN untuk ekspor jasa Indonesia juga menurunkan derajat kompetitif penyedia jasa sebab beban pajak yang sudah dipungut sebelum melakukan ekspor. Oleh karena itu, hambatan-hambatan tersebut perlu dikikis baik dalam jangka pendek maupun jangka panjang.
"Untuk jangka pendek, perlu adanya revisi PMK 70/2010 jo. PMK 30/2011 untuk memperluas jenis JKP yang ekspornya dikenakan PPN 0%. Selama ini kan baru jasa maklon, jasa perbaikan, pemeliharan barang bergerak dan jasa kontruksi yang PPN-nya 0%. Untuk jangka panjang memang perlu revisi atas UU PPN, terutama Pasal 4 ayat 1 dan 2," tutupnya. (Amu)