RAPBN 2019

Sri Mulyani: Kenaikan Gradual Tax Ratio Agar Tidak Cekik Perekonomian

Redaksi DDTCNews
Kamis, 18 Oktober 2018 | 11.09 WIB
Sri Mulyani: Kenaikan Gradual Tax Ratio Agar Tidak Cekik Perekonomian

Menteri Keuangan Sri Mulyani Indrawati (kiri) memberikan paparan di depan Badan Anggaran DPR. (DDTCNews - Facebook Sri Mulyani)

JAKARTA, DDTCNews – Melemahnya asumsi nilai tukar rupiah yang dipatok dalam postur sementara RAPBN 2019 tidak langsung diikuti dengan kenaikan rasio penerimaan pajak terhadap produk domestik bruto.

Dengan asumsi nilai tukar rupiah terhadap dolar Amerika Serikat (AS) senilai Rp15.000, rasio penerimaan pajak terhadap produk domestik bruto (PDB) atau tax ratio ditetapkan 12,22%. Angka ini hanya naik tipis dari usulan awal 12,17%, saat kurs di level Rp14.500 per dolar AS.

Menteri Keuangan Sri Mulyani Indrawati mengatakan perubahan nilai tukar dari Rp14.500 ke Rp15.000 akan memberikan tekanan kepada pertumbuhan ekonomi nasional. Dengan demikian, posisi tax ratio menjadi salah satu ukuran tidak eksesifnya pengejaran target penerimaan.

Assessment tax ratio diharapkan mampu untuk menampung target penerimaan pajak yang ambius dan tidak mencekik ekonomi kita,” katanya dalam rapat dengan Badan Anggaran (Banggar) DPR, Rabu (17/10/2018).

Mantan Direktur Pelaksana Bank Dunia itu menyebutkan kenaikan tax ratio secara gradual akan memainkan peran dalam menggenjot penerimaan secara berkelanjutan. Dengan demikian, extra effort petugas pajak dalam mengejar penerimaan tidak berdampak negatif pada perekonomian.

Dalam postur sementara RAPBN 2019, pemerintah dan Badan Anggaran DPR sepakat dengan target pendapatan negara yang naik dari Rp2.154,5 triliun menjadi Rp2.165,1. Adapun target penerimaan perpajakan, juga ikut naik menjadi Rp1.786,4 triliun.

Sri Mulyani mengatakan pendapatan yang meningkat yang dapat diukur secara presisi akibat perubahan niai tukar rupiah. Penghitungan tersebut berasal dari pajak penghasilan (PPh) migas yang naik Rp2,2 triliun.

Sementara itu, penerimaan negara bukan pajak (PNBP) naik Rp8,1 triliun dari Rp370,2 triliun menjadi Rp378,3 triliun. Adapun komposisi kenaikanny, terdiri dari SDA migas Rp6,2 triliun, SDA non-migas Rp1 triliun, dan PNBP lainnya Rp0,9 triliun.

"Untuk penerimaan pajak terdiri dari penerimaan migas dan bukan migas. Kalau dolar naik kemudian volume migas sama maka penerimaan linier akan naik,” katanya. (kaw)

Cek berita dan artikel yang lain di Google News.
Bagikan:
user-comment-photo-profile
Belum ada komentar.