Tampilan awal laporan ‘Corporate Tax Statistics’ OECD.
JAKARTA, DDTCNews – Tren penurunan tarif pajak penghasilan (PPh) korporasi di tingkat global bisa menjadi patokan pemerintah Indonesia dalam mereformasi pajak, termasuk tarif PPh itu sendiri. Hal ini menjadi sorotan beberapa media nasional pada hari ini, Senin (21/1/2019).
Organisation for Economic Co-operation and Development (OECD) dalam laporan terbarunya bertajuk ‘Corporate Tax Statistics’ edisi pertama mencatat rata-rata tarif PPh korporasi pada 94 yurisdiksi turun dari 28,6% pada 2000 menjadi 21,4% pada 2018.
Pada 2018, hanya kurang dari 20% yurisdiksi yang memiliki tarif PPh badan lebih besar atau sama dengan 30%. Hal ini menunjukkan penyusutan dari porsi pada 2000 yang mencapai 60%. Adapun tarif PPh badan di Indonesia juga turun dari 30% pada 2000 menjadi 25% pada 2018.
“Kami memang sedang mengkaji kemungkinan penurunan tarif PPh badan. Namun, kami juga melihat relevansinya dengan negara emerging di sekitar. Memang apa yang kami lihat sekarang, tarif PPh badan 25% itu bukan yang paling tinggi, tapi juga bukan yang terendah,” jelas Menteri Keuangan Sri Mulyani Indrawati.
Dalam laporan OECD tersebut, Indonesia berada di posisi 37 dari 94 yurisdiksi yang memiliki tarif PPh korporasi tertinggi. Pada 2018, rata-rata tarif PPh kelompok Afrika 27,1%, OECD 23,7%, Asia 18,4%, dan Amerika Latin & Karibia (LAC) 17,9%.
Selain itu, beberapa media nasional juga masih menyoroti topik perlakuan perpajakan dalam transaksi e-commerceserta influencer seperti selebgram. Terkait selebgram, Sri Mulyani menegaskan pengenaan pajak hanya diberikan ketika mereka memiliki penghasilan lebih dari batas penghasilan tidak kena pajak (PTKP) Rp54 juta per tahun.
Berikut ulasan berita selengkapnya.
Otoritas mengatakan penyesuaian tarif PPh badan – jika sesuai rencana – tidak bisa dilakukan dalam waktu singkat. Hal ini dikarenakan perlu proses legislasi dengan anggota DPR dalam membahas revisi Undang-Undang PPh. Namun, kajian dipastikan terus berjalan.
Ketua Umum Asosiasi Pengusaha Indonesia (Apindo) Hariyadi Sukamdani mengatakan tren penurunan di tingkat global itu seharusnya bisa diikuti Indonesia. Menurutnya, pemangkasan tarif PPh badan bisa dilakukan dari 25% menjadi 17%. Langkah ini diyakini mampu meningkatkan tingkat kepatuhan wajib pajak dan menarik lebih banyak investasi ke dalam negeri.
“Sebenarnya PPh badan yang paling ideal itu 17%. Paling tidak harus sama dengan yang diterapkan di Singapura,” katanya.
Direktur Penyuluhan, Pelayanan, dan Hubungan Masyarakat Ditjen Pajak (DJP) Hestu Yoga Saksama mengatakan skema perpajakan dalam transaksi e-commerce tidak mengalami perubahan. Para pedagang tetap melaporkan kewajiban perpajakannya sesuai dengan mekanisme self assessment.
“Saya pastikan tidak [berubah], karena di PMK 210/2018, pedagang atau penyedia jasa melaksanakan kewajiban perpajakan secara self assessment [hitung, bayar, lapor sendiri],” katanya.
Hingga saat ini tidak ada ketentuan khusus mengenai perlakuan pajak influencer, termasuk selebgram. Namun, ketentuan umum terkait kewajiban perpajakan tetap berlaku. Dengan demikian, jika penghasilan sudah melebihi PTKP, influencer tetap harus membayar dan melaporkan pajaknya.
“Yang disebut selebgram dan youtuber itu kan mereka melakukan inovasi kreatif. Kalau mereka mendapatkan pendapatan di bawah Rp 54 juta itu tidak masuk dalam pendapatan kena pajak. Namun, kalau sampai sangat terkenal dan pendapatannya sampai setengah miliar, ya itu baru kena pajak,” jelas Sri Mulyani.
Derasnya arus impor pada akhir tahun lalu berisiko semakin memperdalam defisit transaksi berjalan. Performa defisit pada kuartal IV/2018 bisa melebihi 3% terhadap produk domestik bruto (PDB). Beberapa ekonom memprediksi defisit akan berada di kisaran 3%-3,37% PDB. (kaw)