Ketua Gabungan Pengusaha Makanan dan Minuman Indonesia (Gapmmi) Adhi S. Lukman.
JAKARTA, DDTCNews – Pelaku usaha menantikan ketentuan lebih lanjut dari pemberian fasilitas fiskal berupa super tax deduction. Mereka berharap aturan teknis dapat segera terbit dalam waktu dekat.
Ketua Gabungan Pengusaha Makanan dan Minuman Indonesia (Gapmmi) Adhi S. Lukman mengatakan insentif fiskal untuk kegiatan vokasi dan litbang sudah dinantikan oleh pelaku usaha. Aturan teknisnya diharapkan tidak akan menyulitkan pengusaha dalam memanfaatkan insentif.
“Kita tunggu implementasi PMK [peraturan menteri keuangan]-nya. Supaya efektif dampaknya, perlu jelas mekanismenya. Check list insentif tanpa pengajuan berbelit,” katanya kepada DDTCNews, Jumat (19/7/2019).
Menurutnya, aturan terkait tata cara pemberian insentif ini menjadi kunci berhasil atau tidaknya kebijakan yang ditempuh pemerintah. Oleh karena itu, Adhi mengharapkan aturan main dapat dibuat sederhana dan mudah diimplementasikan.
Lebih lanjut, Adhi memaparkan insentif pajak untuk vokasi dan litbang merupakan kebijakan yang strategis bagi industri. Relaksasi fiskal diharapkan dapat memacu inovasi dari pelaku usaha.
Pasalnya, khusus untuk industri makanan dan minuman, aspek inovasi merupakan kunci keberlangsungan usaha. Inovasi melalui riset yang berkualitas menjadi senjata dalam memenangkan persaingan di pasar domestik maupun global.
“Ini sudah lama diusulkan sejak 5-6 tahun lalu. Melihat pengalaman beberapa negara yang menerapkan, mereka jauh lebih cepat mendorong inovasi untuk memenangkan kompetisi global,” paparnya.
Seperti diketahui, PP No.45/2019 memberikan insentif pajak untuk pelaku usaha yang menyelenggarakan kegiatan praktik kerja dan pemagangan alias vokasi dapat diberikan pengurangan penghasilan bruto paling tinggi 200% dari jumlah biaya yang dikeluarkan untuk kegiatan praktik kerja, pemagangan, dan/ atau pembelajaran.
Adapun untuk wajib pajak badan dalam negeri yang melakukan kegiatan penelitian dan pengembangan tertentu di Indonesia diberikan fasilitas fiskal serupa. Pelaku usaha dapat diberikan pengurangan penghasilan bruto paling tinggi 300% dari jumlah biaya yang dikeluarkan untuk kegiatan penelitian dan pengembangan tertentu di Indonesia yang dibebankan dalam jangka waktu tertentu. (kaw)