Menteri Keuangan Sri Mulyani Indrawati.
JAKARTA, DDTCNews—Menteri Keuangan Sri Mulyani Indrawati memastikan rancang bangun revisi Undang-Undang Pajak Penghasilan (PPh) masih sangat prematur, karena memang proses penyusunannya masih dalam tahap awal.
Mantan Direktur Pelaksana Bank Dunia itu menekankan dengan proses yang masih awal itu, maka draf RUU tersebut belum bisa dipublikasi kepada publik dalam waktu dekat. “[Draf RUU PPh] masih belum. Kita masih sounding dan itu draf yang sangat awal,” katanya di Kompleks Istana Presiden, Jakarta, Kamis (25/7/2109).
Sri Mulyani menambahkan proses penggodokan masih terbatas dilakukan oleh internal Kemenkeu. Dengan demikian, masih terbuka ruang untuk perubahan dari sisi konten baik penambahan atau pengurangan dari aturan yang berlaku saat ini.
Menurutnya, tahapan sebelum dirilis kepada publik, pemerintah harus satu suara terkait dengan rencana perubahan beleid tersebut. Itu berarti, harus melalui proses rapat atau sidang pada level kabinet. “[Draft RUU PPh] belum dipresentasikan juga ke kabinet, jadi belum final,” imbuhnya.
Seperti diberitakan sebelumnya, selain menurunkan tarif menjadi 20%, objek PPh dalam draf revisi UU PPh akan ditambah. Ada beberapa usulan objek baru, salah satunya adalah laba ditahan yang tidak dibagikan dalam bentuk dividen dan tidak dinvestasikan ke dalam sektor riil dalam waktu 2 tahun.
Sejauh ini, pemerintah belum memberikan penjelasan ke publik terkait dengan perincian rencana perubahan UU PPh. Otoritas baru menyampaikan akan memangkas tarif PPh korporasi menjadi 20%, sesuai arahan Presiden Joko Widodo.
Ketua Bidang Perpajakan Asosiasi Pengusaha Indonesia (Apindo) Siddhi Widyaprathama mengatakan isi draf revisi UU PPh yang beredar sejak kemarin masih disanksikan kebenarannya. Menurutnya, pelaku usaha selalu dilibatkan dalam proses pembahasan dengan Kemenkeu.
Kendati demikian, Siddhi menjabarkan salah satu isu yang ramai dibicarakan dari draf tersebut adalah penambahan objek PPh. Aspek tersebut, menurutnya, tidak sejalan dengan relaksasi yang dijalankan oleh pemerintah saat ini.
Salah satunya terkait laba ditahan yang dikenakan pajak bila tidak dipergunakan pelaku usaha selama 2 tahun. Wacana tersebut, menurutnya, akan kontraproduktif bagi dunia usaha karena memunculkan potensi pajak berganda. Pasalnya, laba hasil usaha tersebut sudah terlebih dahulu dikenakan PPh badan. (Bsi)
Cek berita dan artikel yang lain di Google News.