PEMBIAYAAN ANGGARAN

Jelang Akhir Tahun, Kemenkeu Terbitkan Surat Utang dalam Valas

Redaksi DDTCNews
Jumat, 25 Oktober 2019 | 14.43 WIB
Jelang Akhir Tahun, Kemenkeu Terbitkan Surat Utang dalam Valas

Dirjen Pengelolaan Pembiayaan dan Risiko (DJPPR) Luky Alfirman.

JAKARTA, DDTCNews – Pemerintah menerbitkan surat utang negara (SUN) valutas asing dalam dolar Amerika Serikat (AS) dan euro. Langkah ini ditempuh setelah terbitnya regulasi tambahan pembiayaan defisit.

Dirjen Pengelolaan Pembiayaan dan Risiko (DJPPR) Luky Alfirman mengatakan pada pekan ini, otoritas telah melakukan transaksi penjualan SUN berdenominasi untuk dolar AS dan euro masing-masing senilai US$1 miliar untuk tenor 30 tahun dan 1 miliar euro dengan tenor 12 tahun.

“Pada Rabu kemarin kita lakukan pricing dan akhirnya dapatkan deal yang sangat bagus,” katanya di Ruang Pers Kemenkeu, Jumat (25/10/2019).

Luky menjelaskan kesepakatan transaksi yang bagus tersebut dapat dilihat dari imbal hasil penerbitan SUN valas. Pasalnya, imbal hasil tercatat lebih rendah dari penerbitan SUN serupa pada tahun-tahun sebelumnya.

Penerbitan SUN dalam dolar AS dengan tenor 30 tahun kali ini, sambung Luky, yield yang dipatok tercatat paling rendah sepanjang masa, yaitu 3,750%. Yield terendah pada penerbitan sebelumnya terjadi pada Desember 2017 sebesar 4,4%.

Selanjutnya, transaksi SUN dalam denominasi euro bertenor 12 tahun kali ini juga menjadi penerbitan dengan yield terendah, yaitu sebesar 1,412%. Sebelumnya, pada Juni 2019, imbal hasil SUN dalam euro dengan tenor 7 tahun ditawarkan dengan yield sebesar 1,487%.

“Kemenkeu ambil SUN valas karena kondisi global yang sedang bagus dan kondusif. Instrumen kita juga sangat menarik karena suku bunga di Eropa itu sudah negatif,” paparnya.

Luky menambahkan kebijakan penerbitan SUN valas ini bagian dari implementasi Peraturan Menteri Keuangan (PMK) No.144/2019 untuk menambah pembiayaan APBN. Menurutnya, hingga akhir tahun ini, defisit anggaran diprediksi bergerak sekitar 2%—2,2% terhadap produk domestik bruto (PDB).

“Untuk pembiayaan ini kita lakukan sesuai rambu-rambu dalam UU Keuangan Negara yang maksimal defisit 3% dari PDB. Jadi, tidak perlu ada kekhawatiran karena kebijakan fiskal masih mempunyai ruang untuk flelksibilitas dan itu semua di lakukan secara prudent,” kata Luky. (kaw)

Cek berita dan artikel yang lain di Google News.
Bagikan:
user-comment-photo-profile
Belum ada komentar.