Ilustrasi.
JAKARTA, DDTCNews - Pemerintah menegaskan tidak akan terburu-buru dalam menaikkan tarif PPN dari 11% menjadi 12%. Dalam Kerangka Ekonomi Makro dan Pokok-Pokok Kebijakan Fiskal (KEM PPKF) 2024, asumsi tarif PPN juga masih tercantum 11%, bukan 12%. Topik tersebut menjadi salah satu bahasan media nasional pada hari ini, Rabu (31/5/2023).
Sebenarnya, UU 7/2021 tentang Harmonisasi Peraturan Perpajakan (HPP) mengamanatkan kepada pemerintah untuk menaikkan tarif PPN menjadi sebesar 12% paling lambat 1 Januari 2025. Kepala Badan Kebijakan Fiskal (BKF) Febrio Kacaribu mengatakan pemerintah akan terlebih dahulu melakukan evaluasi terhadap reformasi pajak yang telah diterapkan sejauh ini.
"Kita harus lihat ini. Pelan-pelan saja. Lihat implementasinya dan apa yang kita capai. Sambil kami evaluasi, kita terus melihat peluang-peluang perbaikan," katanya.
Melalui UU HPP, lanjut Febrio, pemerintah telah mengimplementasikan berbagai agenda reformasi perpajakan seperti penyelenggaraan program pengungkapan sukarela (PPS) dan penggunaan NIK sebagai NPWP.
Selain mengenai penegasan pemerintah terkait dengan tarif PPN, ada pula ulasan tentang insentif pajak untuk mobil listrik, pengalihan pengawasan sejumlah kantor bea cukai, hingga update terkini tentang pengalihan pengelolaan Pengadilan Pajak.
Pemerintah bakal mengevaluasi berjalannya reformasi pajak sebelum memutuskan menaikkan tarif PPN menjadi 12%. Reformasi pajak ini sudah tertuang melalui penerbitan UU HPP.
UU HPP juga telah memperlebar layer pertama tarif PPh orang pribadi, memberikan fasilitas omzet bebas pajak bagi wajib pajak orang pribadi dengan omzet maksimal Rp500 juta, dan menaikkan tarif PPN dari 10% ke 11% mulai April 2022.
"Ini akan berjalan beriringan sehingga Kami tidak akan buru-buru, tidak akan gegabah. Kita lihat ekonominya sudah bergerak dengan kuat, belanjanya kuat. Jadi, reform-nya akan secara keseluruhan, tidak setengah-setengah," ujar Febrio. (DDTCNews)
Kementerian Dalam Negeri (Kemendagri) menetapkan kendaraan bermotor listrik berbasis baterai terbebas dari pengenaan pajak kendaraan bermotor (PKB) dan bea balik nama kendaraan bermotor (BBNKB) mulai tahun ini.
Sebagaimana diatur pada Pasal 10 ayat (1) Permendagri 6/2023, pengenaan PKB atas kendaraan bermotor listrik berbasis baterai untuk orang atau barang ditetapkan sebesar 0% dari dasar pengenaan PKB.
"[Sementara itu,] pengenaan BBNKB kendaraan bermotor listrik berbasis baterai untuk orang atau barang ditetapkan sebesar 0% dari dasar pengenaan BBNKB," bunyi Pasal 10 ayat (2) Permendagri 6/2023. (DDTCNews)
Ditjen Bea dan Cukai (DJBC) mengalihkan tanggung jawab pengawasan terhadap beberapa kantor pelayanan bea dan cukai di daerah.
Direktur Komunikasi dan Bimbingan Pengguna Jasa DJBC Nirwala Dwi Heryanto mengatakan pengalihan tanggung jawab pengawasan kantor menjadi bagian dari rencana reorganisasi instansi vertikal DJBC. Melalui upaya ini, diharapkan pelayanan kepabeanan dan cukai kepada pengguna jasa makin efisien.
"[Pengalihan tanggung jawab pengawasan ini] untuk mengakomodasi kebutuhan penguatan organisasi di jangka pendek seiring dengan perkembangan lingkungan strategis di bidang kepabeanan dan cukai yang sifatnya dinamis," katanya. (DDTCNews)
Kementerian Keuangan menyatakan instansinya segera melakukan tindak lanjut atas putusan Mahkamah Konstitusi (MK) terkait dengan UU 14/2002 tentang Pengadilan Pajak.
Sekjen Kementerian Keuangan (Kemenkeu) Heru Pambudi mengatakan tindak lanjut Putusan MK Nomor 26/PUU-XXI/2023 tersebut akan dikoordinasikan bersama lembaga terkait.
"Kami menghormati keputusan dari MK, intinya itu. Nanti, kami koordinasikan [tindak lanjutnya]," katanya. (DDTCNews)
Pemerintah masih akan menyalurkan sejumlah insentif pajak pada 2024 mendatang. Tujuannya, mendukung percepatan pertumbuhan ekonomi Indonesia.
Menteri Keuangan Sri Mulyani Indrawati mengatakan pemberian insentif pajak bertujuan untuk mempercepat transformasi ekonomi Indonesia. Selain itu, penyediaan insentif pajak ini juga merupakan salah satu cara dalam meningkatkan daya tarik investor masuk ke dalam negeri. (Kontan)
Salah satu aspek penting dalam reformasi pajak adalah tingkat literasi pajak dari masyarakat. Ketua Umum Perkumpulan Tax Center dan Akademisi Pajak Seluruh Indonesia (PERTAPSI) sekaligus Founder DDTC Darussalam mengatakan berkaca dari banyak negara, terutama negara maju, reformasi pajak akan berhasil jika sudah tidak ada lagi masalah terkait dengan literasi pajak.
“Kalau saya belajar dari banyak negara, negara maju terutama, literasi pajaknya sudah selesai. Di Indonesia, kita masih bergulat dengan bagaimana masyarakat ini tahu tentang pajak dan manfaat pajak,” ujarnya dalam Podcast Cermati Episode 13 bertajuk Meningkatkan Literasi Reformasi. (DDTCNews) (sap)