Dirjen Pajak Suryo Utomo.
JAKARTA, DDTCNews - Dirjen Pajak Suryo Utomo menegaskan Komite Kepatuhan yang dibentuk oleh Ditjen Pajak (DJP) bukanlah satgas khusus yang dibentuk untuk mengawasi wajib pajak kaya atau high wealth individual (HWI).
Suryo mengatakan Komite Kepatuhan dibentuk guna mengoordinasikan kegiatan pelayanan, pengawasan, pemeriksaan, hingga penegakan hukum.
"Itu tugasnya setiap awal periode menentukan wajib pajak yang akan dilakukan pengawasan, pemeriksaan, ataupun penegakan hukum berdasarkan compliance risk management (CRM) yang kita taruh. Mau cukup disuluh atau perlu diperiksa. Wajib pajaknya seluruh wajib pajak," ujar Suryo, Kamis (6/7/2023).
Tak hanya itu, pembentukan Komite Kepatuhan adalah tonggak awal dari perubahan proses bisnis menjelang penerapan coretax administration system pada tahun depan.
Mulai tahun depan, data dan informasi perpajakan akan masuk dalam coretax administration system dan profil risiko kepatuhan dari wajib pajak akan diidentifikasi berdasarkan CRM.
"Jadi apakah semua wajib pajak diperiksa? Tidak. Apakah semua wajib pajak diawasi secara spesifik? Tidak juga. Tergantung profil risiko yang bersangkutan. Jadi kalau ada satgas khusus yang mengelola HWI, itu tidak benar," ujar Suryo.
Mengingat DJP hanya memiliki kurang lebih 44.000 pegawai, Suryo mengatakan pihaknya tidak mungkin mengerahkan seluruh pegawai DJP untuk mengawasi dan memeriksa seluruh wajib pajak.
Oleh karena itu, setiap 1 kuartalnya Komite Kepatuhan akan menentukan wajib pajak yang diprioritaskan untuk diawasi, diperiksa, atau dilakukan penegakan hukum. "Tujuannya agar lebih terarah," kata Suryo.
Tak hanya itu, pembentukan Komite Kepatuhan merupakan salah satu tindak lanjut atas hasil asesmen mandiri tax administration diagnostic tool (TADAT). Menurut hasil asesmen, manajemen risiko di DJP masih belum memuaskan.
DJP memang sudah memiliki alat manajemen risiko yakni CRM. Namun, diperlukan komite khusus yang memiliki peran menentukan kebijakan atas rekomendasi yang dikeluarkan oleh CRM. (sap)