Petugas kesehatan mengukur lingkar kepala balita saat pelaksanaan pos pelayanan terpadu (Posyandu) di Kota Ternate, Maluku Utara, Rabu (16/8/2023). ANTARA FOTO/Andri Saputra/Spt.
JAKARTA, DDTCNews - Dihapuskannya belanja wajib atau mandatory spending kesehatan 5% melalui UU 17/2023 tentang Kesehatan tidak menambah ruang fiskal pemerintah pada tahun depan.
Pada tahun depan, mandatory spending pemerintah diperkirakan mencapai Rp2.420,7 triliun atau 73,3% dari total belanja negara. Pada tahun ini, mandatory spending berdasarkan outlook APBN 2023 diperkirakan hanya senilai Rp2.276,9 triliun atau 72,9% dari total belanja.
"Peningkatan alokasi mandatory spending mengakibatkan kapasitas APBN dan fleksibilitas ruang gerak fiskal pemerintah semakin terbatas untuk mendanai belanja prioritas lain yang dapat mendorong pertumbuhan ekonomi, seperti percepatan pembangunan infrastruktur," tulis pemerintah dalam Nota Keuangan RAPBN 2024, dikutip pada Sabtu (19/8/2023).
Adapun mandatory spending yang dimaksud oleh pemerintah antara lain anggaran pendidikan, transfer ke daerah, belanja operasional, belanja pegawai nonkementerian dan belanja, pembayaran bunga utang, hingga subsidi.
Peningkatan mandatory spending pada tahun depan lebih disebabkan oleh peningkatan nominal anggaran pendidikan, belanja nondiskresi DAU, dana otonomi khusus, dan pembayaran bunga utang.
Sebagaimana yang diamanatkan oleh UUD 1945, pemerintah harus mengalokasikan anggaran pendidikan minimal sebesar 20% dari total belanja negara. Dengan demikian, nominal anggaran pendidikan akan senantiasa naik sejalan dengan peningkatan nominal belanja negara.
Anggaran pendidikan yang dialokasikan oleh pemerintah untuk tahun depan mencapai Rp660,8 triliun, bertumbuh 19,7% bila dibandingkan dengan outlook anggaran pendidikan tahun ini.
Dalam rangka meningkatkan ruang fiskal, pemerintah berkomitmen untuk mengoptimalkan penerimaan perpajakan dan PNBP. Dari sisi belanja, kualitas belanja negara akan ditingkatkan lewat peningkatan efisiensi belanja dalam rangka meningkatkan manfaat dari mandatory spending yang dianggarkan. Harapannya, ruang fiskal yang terbatas bisa lebih berdaya guna.
Belanja yang kurang produktif seperti perjalanan dinas dan paket meeting akan dialihkan ke program yang lebih produktif. Di tengah keterbatasan ruang fiskal, pembangunan infrastruktur juga akan dipercepat lewat skema pembiayaan kreatif seperti KPBU dan skema-skema lainnya. (sap)