Ilustrasi.
JAKARTA, DDTCNews - Ditjen Bea dan Cukai (DJBC) menyatakan eksportir yang dikenai sanksi penangguhan pelayanan atau blokir ekspor memiliki hak untuk menyanggah hasil pengawasan yang dilakukan oleh Bank Indonesia (BI) dan Otoritas Jasa Keuangan (OJK).
Kepala Subdirektorat Ekspor DJBC Pantjoro Agoeng mengatakan eksportir dapat menyampaikan sanggahan melalui sistem CEISA yang dimiliki DJBC apabila merasa sudah memenuhi kewajiban penempatan DHE SDA di dalam negeri, tetapi tetap diblokir.
"Untuk sanggahan, [disampaikan] lewat permohonan, lewat CEISA kita, kalau ke Bea Cukai," katanya, dikutip pada Minggu (20/8/2023).
PP 36/2023 mewajibkan eksportir untuk menempatkan DHE SDA dalam rekening khusus paling sedikit sebesar 30% dan dalam jangka waktu 3 bulan sejak penempatan di rekening khusus. Kebijakan ini berlaku sudah berlaku sejak 1 Agustus 2023.
Kewajiban tersebut berlaku terhadap eksportir yang memiliki DHE SDA dengan nilai ekspor pada pemberitahuan pabean ekspor (PPE) minimal US$250.000 atau nilai yang setara. DHE yang wajib dipulangkan di Indonesia mencakup 4 sektor SDA antara lain pertambangan, perikanan, perhutanan, dan perkebunan.
Terhadap eksportir yang tidak patuh, Pantjoro menyebut PMK 73/2023 mengatur pengenaan sanksi blokir layanan ekspor oleh DJBC berdasarkan hasil pengawasan yang dilakukan oleh BI dan OJK.
Namun, apabila sudah memenuhi kewajiban penempatan DHE SDA di dalam negeri tetapi dikenai sanksi, eksportir bisa menunjukkan bukti bahwa kewajibannya sudah dipenuhi dengan menyampaikan informasi kepada DJBC.
Nanti, DJBC akan menyampaikan informasi kepada BI atau OJK untuk dilakukan penelitian lebih lanjut. Penelitian ini dilaksanakan atas pemenuhan kewajiban eksportir untuk memasukkan DHE SDA ke dalam rekening khusus dan kewajiban untuk membuka escrow account di dalam negeri.
Saat hasil penelitian menunjukkan eksportir ternyata telah memenuhi kewajiban untuk menempatkan DHE SDA di dalam negeri, BI dan OJK bakal menerbitkan hasil pengawasan yang menjadi landasan bagi DJBC untuk mencabut sanksi penangguhan pelayanan ekspor.
Menurut Pantjoro, BI dan DJBC akan mengintegrasikan Sistem Informasi Monitoring Devisa Terintegrasi Seketika (SIMODIS) yang selama ini menjadi aplikasi pemantauan devisa. Dengan integrasi sistem, pemblokiran dan pencabutan layanan ekspor dapat dilaksanakan secara real time.
"Melaksanakan pemblokiran ini harus real time. Takutnya dia diblokir, tetapi langsung menyampaikan kewajibannya. Kalau tidak real time, bisa lama dan merugikan eksportir," ujarnya. (rig)