Ilustrasi.
JAKARTA, DDTCNews - Kementerian Keuangan berharap pemerintah daerah (pemda) tidak ragu untuk melakukan pembiayaan kreatif mengingat sudah diakomodasi dalam UU 1/2022 tentang Hubungan Keuangan antara Pemerintah Pusat dan Pemerintahan Daerah (UU HKPD).
Analis Keuangan Pusat dan Daerah DJPK Dudi Hermawan mengatakan UU HKPD mengatur pembiayaan kreatif pada APBD untuk mempercepat pembangunan di semua daerah. Pemda pun dapat memilih instrumen pembiayaan yang sesuai kebutuhan daerahnya.
"Kami harapkan nanti mindset daerah itu bisa belajar dari Kementerian Keuangan bahwa melakukan pinjaman pembiayaan itu bukan suatu tabu, kalau memang untuk menangani hal-hal yang atau proyek-proyek yang produktif," katanya dikutip dari Youtube DJPPR, Minggu (22/10/2023).
Dudi menuturkan Kemenkeu telah memberikan banyak contoh mengenai penggunaan pembiayaan kreatif untuk mempercepat pembangunan.
Sejauh ini, pemerintah memiliki berbagai instrumen untuk merealisasikan program pembangunan mulai dari melakukan kerja sama pemerintah dan badan usaha (KPBU) serta menerbitkan SBN yang spesifik untuk pelestarian lingkungan.
Pemerintah pusat juga mendorong pemda menggunakan pembiayaan kreatif untuk mempercepat pembangunan di wilayah masing-masing. Sayangnya, belum banyak pemda yang berinovasi untuk melakukan pembiayaan kreatif tersebut.
Dia menjelaskan UU HKPD hadir sebagai bentuk terobosan yang didasarkan aspirasi bagi banyak pihak. Pada UU HKPD, diatur pembiayaan utang daerah yang terdiri atas pinjaman daerah, obligasi daerah, dan sukuk daerah.
Pembiayaan utang daerah ini digunakan untuk membiayai urusan pemerintahan yang menjadi kewenangan daerah.
Melalui UU HKPD tersebut, telah dibuka ruang yang lebar bagi pemda melakukan penerbitan obligasi daerah dan sukuk daerah untuk pembiayaan pembangunan infrastruktur daerah, pengelolaan portofolio utang daerah, serta penerusan pinjaman dan/atau penyertaan modal kepada BUMD atas dana hasil penjualan obligasi daerah dan sukuk daerah.
Dudi menyebut UU HKPD juga berupaya menghilangkan hambatan dalam pembiayaan kreatif yang rata-rata berkaitan dengan DPRD. Hal ini dikarenakan pengelolaan APBD kini sudah sangat mirip dengan APBN.
Pemda dan DPRD hanya akan menyepakati RAPBD, termasuk besaran defisitnya, yang kemudian diundangkan menjadi perda APBD.
Setelahnya, kepala daerah atau pemda dapat mengeksekusi besaran defisit yang disetujui tersebut melalui pembiayaan utang daerah, baik melalui pinjaman, obligasi, maupun sukuk.
"Karena semuanya sudah menunggu-nunggu diterbitkannya PP maupun PMK, ketika nanti sudah diterapkan, jadi kendala-kendala itu sudah tidak ada, langsung action," ujar Dudi. (rig)