Ilustrasi.
JAKARTA, DDTCNews - Ditjen Pajak (DJP) menyebutkan bahwa pemotongan PPh Pasal 21 semestinya dilakukan pada setiap masa pajak natura dan kenikmatan diterima.
Direktur Penyuluhan, Pelayanan, dan Humas (P2Humas) DJP Dwi Astuti mengingatkan bahwa Pasal 23 ayat (4) Peraturan Menteri Keuangan (PMK) 66/2023 mengatur imbalan sehubungan dengan pekerjaan dalam bentuk natura dan kenikmatan yang diterima pada masa pajak Januari hingga Juni 2023 dikecualikan dari pemotongan pajak.
"Pada dasarnya, pemotongan PPh atas natura dan/atau kenikmatan dilakukan di setiap masa pajak ketika natura dan/atau kenikmatan tersebut diterima," ujar Dwi, Rabu (22/11/2023).
Nantinya, PPh yang terutang atas natura dan kenikmatan tersebut harus dihitung sendiri oleh wajib pajak penerima, lalu disetor dan dilaporkan dalam SPT Tahunan.
"Atas penghasilan berupa natura dan/atau kenikmatan yang belum dilakukan pemotongan PPh 21 maka PPh yang terutang wajib dihitung dan dibayar sendiri serta dilaporkan oleh penerima natura dan/atau kenikmatan dalam SPT Tahunan PPh," ujar Dwi.
Jika ada natura dan kenikmatan yang terlanjur dipotong, pemotongan tersebut perlu dilaporkan dalam SPT Masa PPh Pasal 21.
Adapun jika ada kesalahan pemotongan karena ada salah hitung, pemberi kerja perlu melakukan pembetulan SPT Masa PPh Pasal 21.
Untuk diketahui, sepanjang tidak dikecualikan dalam PMK 66/2023, imbalan berbentuk natura dan kenikmatan yang diterima oleh wajib pajak adalah penghasilan yang terutang pajak.
Natura dan kenikmatan yang dikecualikan dari PPh berdasarkan UU HPP adalah makanan dan minuman bagi seluruh pegawai, natura dan kenikmatan di daerah tertentu, natura dan kenikmatan yang harus disediakan untuk pelaksanaan kerja, natura dan kenikmatan yang bersumber dari APBN/APBD/APBDes, dan natura dan kenikmatan dengan jenis dan batasan tertentu.
Natura dan kenikmatan dengan jenis dan batasan tertentu yang dikecualikan dari objek pajak telah diperinci dalam Lampiran A PMK 66/2023. (sap)