Ilustrasi.
JAKARTA, DDTCNews - Pemerintah memundurkan jadwal implementasi penuh penggunaan NIK sebagai NPWP dari awalnya 1 Januari 2024 menjadi 1 Juli 2024. Isu ini menjadi salah satu peristiwa perpajakan yang mewarnai penghujung tahun 2023.
Penyesuaian kembali jadwal implementasi penuh NIK sebagai NPWP dan NPWP 16 digit tersebut tertuang dalam PMK 136/2023. Beleid yang diundangkan pada 12 Desember 2023 tersebut merevisi PMK 112/2022.
Direktur Penyuluhan, Pelayanan, dan Humas (P2Humas) Ditjen Pajak (DJP) Dwi Astuti mengatakan kebijakan ini mempertimbangkan keputusan penyesuaian waktu implementasi coretax administration system (CTAS) pada pertengahan 2024.
Selain itu, ada pertimbangan terkait dengan telah dilakukannya asesmen kesiapan seluruh stakeholder terdampak, seperti instansi pemerintah, lembaga, asosiasi, dan pihak ketiga lainnnya (ILAP) serta wajib pajak.
“Maka kesempatan ini diberikan kepada seluruh stakeholder untuk menyiapkan sistem aplikasi terdampak sekaligus upaya pengujian dan habituasi sistem yang baru bagi wajib pajak,” kata Dwi.
Pengaturan kembali membuat NPWP dengan format 15 digit (NPWP lama) masih dapat digunakan hingga 30 Juni 2024. Selain PMK 136/2023, terdapat sejumlah peristiwa lainnya sepanjang Desember 2023. Simak Implementasi Penuh NIK sebagai NPWP Mundur, Ini Keterangan Resmi DJP
Melalui PMK 141/2023, pemerintah mengatur pemberian fasilitas kepabeanan atas impor barang kiriman bagi para PMI. PMI dalam ketentuan ini meliputi PMI yang terdaftar pada Badan Perlindungan Pekerja Migran Indonesia (BP2MI) dan Kementerian Luar Negeri serta PMI yang tidak terdaftar.
PMK 141/2023 di antaranya mengatur pembebasan bea masuk dan pajak dalam rangka impor (PDRI) atas barang kiriman yang memenuhi syarat. Pembebasan bea masuk dan PDRI tersebut diberikan sepanjang nilai pabean setiap pengiriman maksimal FOB US$500.
Fasilitas itu berlaku dengan ketentuan pengiriman barang dilakukan maksimal 3 kali dalam 1 tahun untuk PMI yang terdaftar, serta maksimal 1 kali untuk PMI selain yang terdaftar pada BP2MI.
Pemerintah memperbarui ketentuan mengenai mitra utama (Mita) kepabeanan melalui PMK 128/2023. Pembaruan ketentuan tersebut dilakukan untuk menyempurnakan proses bisnis dan memperluas cakupan pemberian manfaat pelayanan khusus.
Pembaruan ketentuan juga dilakukan untuk menyesuaikan ketentuan monitoring dan evaluasi terhadap Mita kepabeanan. Adapun PMK 128/2023 ini berlaku efektif mulai 30 Desember 2023. Berlakunya beleid ini akan sekaligus mencabut PMK 229/2015 s.t.d.d PMK 211/2016.
Sebagai informasi, Mita kepabeanan adalah importir dan/atau eksportir yang diberikan pelayanan khusus di bidang kepabeanan. Mita kepabeanan ditetapkan oleh DJBC terhadap importir dan/atau eksportir yang memenuhi persyaratan.
Pemerintah mengatur kembali ketentuan pemberian pengurangan PBB melalui PMK 129/2023. PBB yang dimaksud dalam ketentuan ini adalah PBB selain PBB perdesaan dan perkotaan (PBB-P2), yaitu PBB-P5L.
PMK 129/2023 di antaranya mengatur pemberian pengurangan PBB secara jabatan. Berdasarkan pada Pasal 16 ayat (1) PMK 129/2023, pengurangan PBB secara jabatan diberikan kepada wajib pajak dalam hal objek pajaknya terkena bencana alam.
Pengurangan PBB tersebut dapat diberikan maksimal 100% dari jumlah PBB yang belum dilunasi oleh wajib pajak. PMK 129/2023 memberikan kewenangan pemberian pengurangan PBB secara jabatan kepada kepala kantor wilayah (kanwil) DJP.
Pernyataan Standar Akuntansi Keuangan (PSAK) 66 dan PSAK 74 akan berlaku mulai 1 Januari 2025. Merespons hal tersebut, Kompartemen Akuntan Pajak Ikatan Akuntansi Indonesia (KAPj IAI) akan menerbitkan buku panduannya,
Anggota KAPj IAI sekaligus Sekretaris Perkumpulan Tax Center dan Akademisi Pajak Seluruh Indonesia (PERTAPSI), Christine Tjen menjelaskan panduan perlu dibuat agar perlakuan akuntansi dan perubahan regulasi perpajakan bisa disinergikan.
Sebagai informasi, PSAK 66 berisi tentang pengaturan bersama. Contoh yang disampaikan dalam PSAK 66 merupakan contoh-contoh yang diadopsi dari IFRS 11 Joint Arrangements.
Sementara itu, PSAK 74 berisi tentang kontrak asuransi. Penerapan PSAK 74 sejalan dengan amanat Undang-Undang Nomor 4 tahun 2023 tentang Pengembangan dan Penguatan Sektor Keuangan (UU PPSK).
Ditjen Pajak (DJP) menyatakan masih terus melakukan inventarisasi masalah terkait dengan pengenaan PPh atas imbalan berbentuk natura dan kenikmatan sebagaimana dimaksud dalam PMK 66/2023.
Dirjen Pajak Suryo Utomo mengatakan penjelasan lebih lanjut mengenai pemotongan PPh atas imbalan berupa natura dan kenikmatan akan diterbitkan setelah dilakukan inventarisasi atas masalah-masalah yang dihadapi wajib pajak dalam melaksanakan PMK 66/2023,
Meski belum ada panduan lebih lanjut mengenai pelaksanaan PMK 66/2023 yang diterbitkan DJP kepada wajib pajak, lanjutnya, DJP sudah menerbitkan panduan terkait dengan pelaksanaan PMK 66/2023 bagi pegawai DJP. (rig)