Ilustrasi.
JAKARTA, DDTCNews - Ditjen Pajak (DJP) menegaskan pemberlakuan tarif efektif rata-rata PPh Pasal 21 bulanan dalam PP 58/2023 tidak akan memunculkan potensi lebih bayar. Topik tersebut menjadi salah satu bahasan media nasional pada hari ini, Rabu (3/1/2024).
Dirjen Pajak Suryo Utomo mengatakan pemotongan PPh Pasal 21 menggunakan tarif efektif bulanan hanya dilakukan pada masa pajak Januari hingga November. Pada Desember, PPh Pasal 21 dihitung ulang menggunakan tarif Pasal 17 ayat (1) huruf a UU PPh.
“Apakah ini akan mengakibatkan restitusi? Insyaallah tidak karena pemotongan menggunakan tarif efektif rata-rata ini untuk masa pajak Januari sampai November. Kemudian di masa Desembernya menggunakan model yang normal berdasarkan tarif yang berlaku secara umum,” ujarnya.
Seperti diketahui, pemerintah membagi tarif efektif pemotongan PPh Pasal 21 menjadi 2 kelompok, yaitu tarif efektif bulanan dan tarif efektif harian. Adapun PP 58/2023 mulai berlaku pada 1 Januari 2024. Simak pula ‘Tarif Efektif PPh 21 Dibagi Jadi 2 Kelompok, Bulanan dan Harian’.
Selain mengenai tarif efektif PPh Pasal 21, ada pula ulasan terkait dengan kinerja penerimaan pajak 2023. Kemudian, ada pula bahasan terkait dengan rencana penerbitan peraturan baru menyangkut transfer pricing. Ada juga ulasan tentang daftar nominatif natura dan/atau kenikmatan.
Dirjen Pajak Suryo Utomo mengatakan pemotongan pajak dengan tarif efektif rata-rata PPh Pasal 21 memberikan kemudahan bagi wajib pajak. Formulasinya sudah memperhitungkan besaran penghasilan, PTKP, periode penerimaan penghasilan, serta skema satuan atau borongan.
“Harapannya tidak terjadi restitusi dan apabila terdapat kurang bayar pun juga bukan sesuatu yang besar memberatkan wajib pajak yang bersangkutan. Jadi, betul-betul tarif efektif ini digunakan atau dibentuk untuk memberikan kemudahan,” ujar Suryo. (DDTCNews)
Pemerintah mencatat realisasi penerimaan pajak pada 2023 mencapai Rp1.869,2 triliun. Capaian itu setara dengan 108,8% dari target awal senilai Rp1.718 triliun atau 102,8% dari target baru pada Perpres 75/2023 senilai Rp1.818,2 triliun. Penerimaan pajak tumbuh sebesar 8,9% (year on year/yoy).
"Tahun ini kita tutup [penerimaan pajak] dengan angka Rp1.869 triliun. Bayangkan, kenaikan yang luar biasa. Boleh lah kita kasih tepuk tangan untuk ini,” kata Menteri Keuangan Sri Mulyani Indrawati.
Menurutnya, pertumbuhan penerimaan pajak sebesar 8,9% juga masih tinggi. Adapun Badan Pusat Statistik (BPS) mencatat inflasi pada 2023 sebesar 2,61%. Selain itu, pemerintah memproyeksi pertumbuhan ekonomi sepanjang 2023 sebesar 5,05%. (DDTCNews/Kontan/Bisnis Indonesia)
Menteri Keuangan Sri Mulyani Indrawati mengungkapkan tax ratio pada 2023 sebesar 10,21%. Sri Mulyani mengatakan penerimaan pajak hingga akhir 2023 terus menunjukkan kinerja yang positif. Meski demikian, tax ratio pada 2023 lebih kecil dari tahun sebelumnya yang sebesar 10,39%.
"Kalau kita lihat dari sisi tax ratio-nya, rasio perpajakan terhadap GDP kita 10,21%. Ini realisasi sementara," katanya.
Tax buoyancy juga terjaga di atas 1. Pada 2021, tax buoyancy tercatat sebesar 1,94, sedangkan pada 2022 sebesar 1,92. Sebelumnya, dia juga sempat memaparkan outlook tax buoyancy 2023 adalah sebesar 1,26. (DDTCNews/Kontan/Bisnis Indonesia)
Pemerintah akan melebur 3 peraturan yang berkaitan dengan transfer pricing, yakni PMK 213/2016, PMK 49/2019, dan PMK 22/2020, menjadi 1 PMK baru. Dirjen Pajak Suryo Utomo mengatakan PMK baru tersebut akan diterbitkan dalam waktu dekat.
"Mengenai prinsip kelaziman usaha ada 1 PMK sendiri yang saat ini berlaku. Kemudian, terkait dengan advance pricing agreement (APA) juga ada 1 PMK sendiri. Lalu mutual agreement procedure (MAP) juga 1 PMK sendiri. Ini tinggal menunggu pengundangan saja,” ujar Suryo.
Tak hanya mencakup ketentuan transfer pricing, APA, dan MAP, PMK baru tersebut juga akan memuat ketentuan pemeriksaan atas wajib pajak yang memiliki transaksi afiliasi. (DDTCNews)
Pemerintah telah menerbitkan PMK 143/2023 yang turut memuat pengenaan pajak rokok terhadap rokok elektrik mulai 1 Januari 2024. Semua wajib pajak rokok elektrik berkewajiban menghitung sendiri pajak rokok yang dituangkan dalam Surat Pemberitahuan Pajak Rokok (SPPR).
Wajib pajak rokok pun harus menyampaikan SPPR ini kepada kepala kantor pengawasan dan pelayanan bea dan cukai (KPPBC) bersamaan dengan dokumen CK-1. Ditjen Bea dan Cukai (DJBC) mengaku telah melakukan sosialisasi kepada para pemangku kepentingan.
"KPPBC sudah siap untuk implementasi tersebut dan aplikasi cukai juga sudah disiapkan,” kata Direktur Komunikasi dan Bimbingan Pengguna Jasa DJBC Nirwala Dwi Heryanto. (DDTCNews)
Kementerian Keuangan (Kemenkeu) berencana membuka ruang bagi pemilik ijazah S-1 atau D-4 program studi (prodi) perpajakan untuk langsung memperoleh sertifikat konsultan pajak tanpa perlu USKP.
Pemberian sertifikat tanpa melalui ujian sertifikasi konsultan pajak (USKP) dilakukan melalui pengakuan ijazah. Sekjen Kemenkeu Heru Pambudi pun mengatakan mekanisme pengakuan ijazah ini sedang dibicarakan Kemenkeu bersama pihak universitas.
“Kita ingin meng-encourage untuk bisa mengedukasi. Kita mau lihat dengan mereka, kampus-kampus. Kita harapkan nanti ada sinergi dari sisi materinya," ujar Heru. Simak ‘Ada 3 Mekanisme Sertifikasi Konsultan Pajak’. (DDTCNews)
DJP akan segera menerbitkan surat edaran (SE) yang memuat tentang daftar nominatif natura dan/atau kenikmatan. Dirjen Pajak Suryo Utomo mengatakan pelaporan natura/kenikmatan sebagai objek pajak dalam SPT Tahunan nantinya akan diakomodasi dalam daftar nominatif tersendiri.
"Kami sedang menyiapkan surat edaran, yang sebetulnya lebih ke arah menjelaskan sebagai pedoman bagi kita dan wajib pajak bagaimana memahamkan treatment atau jenis natura yang memiliki treatment tertentu dalam konteks pajak penghasilan," katanya.
Suryo mengatakan PMK 66/2023 sebetulnya sudah cukup menjelaskan ketentuan natura/kenikmatan sebagai objek pajak. Oleh karena itu, SE akan bersifat panduan untuk membuat daftar nominatif yang dilampirkan pada saat menyampaikan SPT Tahunan PPh badan. (DDTCNews)
Kementerian Keuangan menetapkan tarif bunga per bulan yang menjadi dasar penghitungan sanksi administrasi berupa bunga dan pemberian imbalan bunga periode 1 Januari 2024 sampai dengan 31 Januari 2024.
Penetapan tarif bunga per bulan tersebut diatur dalam Keputusan Menteri Keuangan No.54/KM.10/2023. Terdapat 5 tarif bunga per bulan untuk sanksi administrasi, yaitu mulai dari 0,55% sampai dengan 2,22%. (DDTCNews) (kaw)