Kepala Badan Kebijakan Fiskal (BKF) Kemenkeu Febrio Kacaribu. (tangkapan layar Youtube)
JAKARTA, DDTCNews - Target penerimaan perpajakan yang diusulkan oleh Kemenkeu dalam Kerangka Ekonomi Makro dan Pokok-Pokok Kebijakan Fiskal (KEM-PPKF) 2025 masih belum memperhitungkan tarif PPN pada tahun depan.
Kepala Badan Kebijakan Fiskal (BKF) Kemenkeu Febrio Kacaribu mengatakan besaran tarif PPN pada tahun depan masih akan dibahas oleh pemerintah bersama DPR.
"Ini kan bagian pembicaraan pendahuluan. Jadi itu nanti akan dibahas, tapi kita akan kasih range. Namanya KEM-PPKF itu kan range, batas bawah dan batas atas. Nanti akan kita lihat," ujar Febrio, dikutip Kamis (6/6/2024).
Sebagaimana diatur dalam UU PPN s.t.d.t.d UU 7/2021 tentang Harmonisasi Peraturan Perpajakan (HPP), tarif PPN bakal naik dari 11% menjadi sebesar 12% selambat-lambatnya pada 1 Januari 2025.
Meski tarif PPN dijadwalkan naik tahun depan, pemerintah memiliki ruang untuk mengubah tarif menjadi paling rendah 5% dan maksimal 15% melalui peraturan pemerintah (PP). Sebelum PP diterbitkan, perubahan tarif perlu terlebih dahulu dibahas bersama DPR dalam penyusunan RAPBN.
Sejalan dengan ketentuan tersebut, Febrio mengatakan pemerintah tidak dapat menetapkan tarif PPN pada tahun depan secara sepihak. "Itu bagian dari pembicaraan, tentunya kita tidak bisa secara sepihak," ujar Febrio.
Untuk diketahui, Kemenkeu melalui KEM-PPKF 2025 mengusulkan target penerimaan pajak sebesar 10,09% hingga 10,29% dari PDB. Target tersebut terdiri dari pajak sebesar 8,86% hingga 9,05% dari PDB serta kepabeanan dan cukai sebesar 1,23% hingga 1,25% dari PDB.
Kebijakan teknis pajak yang diterapkan pada tahun depan antara lain, pertama, mengimplementasikan coretax administration system serta menyusun daftar sasaran prioritas pengamanan penerimaan pajak (DSP4) berbasis risiko.
Kedua, memperkuat basis pajak lewat intensifikasi dan ekstensifikasi dengan cara menambah jumlah wajib pajak; memperkuat pengawasan dan penegakan hukum; mengawasi wajib pajak orang kaya, wajib pajak grup, transaksi afiliasi dan ekonomi digital; meningkatkan kerja sama perpajakan internasional; dan memanfaatkan digital forensic.
Ketiga, memperkuat organisasi dan SDM sebagai respons atas perubahan kegiatan ekonomi masyarakat dengan cara meningkatkan kerja sama pertukaran data dengan ILAP; optimalisasi joint audit, joint analysis, joint investigation, joint collection, dan joint intelligence; serta meningkatkan kualitas SDM dan tata kelola organisasi.
Keempat, mengimplementasikan kebijakan pajak sesuai UU HPP. Kelima, menerapkan insentif fiskal yang terarah dan terukur guna mengembangkan ekonomi, meningkatkan iklim investasi, menyerap tenaga kerja, menunjang ekonomi hijau, mendukung UMKM, dan meningkatkan kesejahteraan masyarakat. (sap)