Presiden Joko Widodo (ketiga kiri) bersama Ibu Negara Iriana Joko Widodo (kedua kanan) dan Menkes Budi Gunadi Sadikin (kedua kiri) meninjau kegiatan pencegahan stunting di Posyandu Wijaya Kusuma, Kota Bogor, Jawa Barat, Selasa (11/6/2024). ANTARA FOTO/Arif Firmansyah/foc.
JAKARTA, DDTCNews - Presiden Joko Widodo (Jokowi) mengatakan pemerintah akan bekerja keras untuk menurunkan prevalensi stunting dari 21,5% pada 2023 menjadi tinggal 14% pada akhir tahun ini.
Menurut Jokowi, meski target yang ditetapkan sangatlah ambisius, semua pihak perlu bekerja keras untuk menurunkan prevalensi stunting.
"Ini ambisius banget, tapi memang kita harus bekerja keras mencapai target. Nah, nanti akhir tahun kita lihat berapa," ujar Jokowi, dikutip Kamis (12/6/2024).
Jokowi pun mengakui upaya penurunan prevalensi stunting oleh pemerintah memang sempat tertunda selama 2,5 tahun akibat pandemi Covid-19. Dengan berakhirnya pandemi, Jokowi mengajak semua pihak untuk kembali melanjutkan upaya tersebut.
Menurut Jokowi, prevalensi stunting membutuhkan dukungan dari semua pihak. Prevalensi stunting tidak bisa turun hanya melalui pemberian tambahan makanan dan gizi anak. Faktor lingkungan dan sanitasi juga memiliki peran penting dalam menurunkan stunting.
"Tidak hanya urusan makanan tambahan, urusan gizi, juga menyangkut sanitasi, lingkungan dari kampung, lingkungan dari RT juga berpengaruh sekali, masalah air yang ada juga sangat berpengaruh sekali terhadap stunting. Jadi ini memang kerja bareng-bareng, kerja bersama, kerja terintegrasi, kerja terkonsolidasi, sehingga hasilnya akan kelihatan," ujar Jokowi.
Untuk diketahui, Kementerian Perencanaan Pembangunan Nasional/Badan Perencanaan Pembangunan Nasional (PPN/Bappenas) sebelumnya mengungkapkan target pemerintah untuk menurunkan prevalensi stunting ke 14% sangatlah sulit untuk dicapai.
Meski anggaran yang dikeluarkan sangatlah besar, penurunan prevalensi stunting masih sangat minim. Dari 2022 ke 2023, prevalensi stunting tercatat hanya turun dari 21,6% ke 21,5%.
Menteri PPN/Kepala Bappenas Suharso Monoarfa pun mengatakan salah satu sebab dari lambatnya penurunan prevalensi stunting adalah tersebarnya belanja yang terkait program tersebut di beberapa K/L.
"Sering saya sampaikan biasanya kita melakukan program-program seperti itu dengan program multi tagging di beberapa K/L. Akhirnya seakan-akan anggarannya besar tetapi efektifitasnya tidak sebagaimana anggaran yang tersedia itu. Nah kita ingin itu dirasionalkan," ujar Suharso.
Kapasita pemda-pemda dalam menangani stunting baik menggunakan anggarannya sendiri maupun menggunakan dana alokasi khusus (DAK) dari pusat juga cenderung terbatas. (sap)