Kinerja penerimaan pajak yang dipaparkan Menkeu Sri Mulyani dalam APBN Kita, Kamis (27/6/2024).
JAKARTA, DDTCNews - Pemerintah mencatat realisasi penerimaan pajak hingga Mei 2024 senilai Rp760,38 triliun.
Penerimaan pajak ini mengalami kontraksi 8,4% (year on year/yoy). Kontraksi penerimaan pajak tersebut, salah satunya, karena penurunan harga komoditas.
"Ini artinya 38,23% dari target sudah kita kumpulkan," kata Menteri Keuangan Sri Mulyani Indrawati dalam konferensi pers APBN Kita, Kamis (27/6/2024).
Situasi ini berbeda dengan yang terjadi pada tahun lalu. Sebagai perbandingan, realisasi penerimaan pajak hingga akhir Mei 2023 mencapai Rp830,29 triliun atau 48,33% target APBN. Saat itu, kinerja penerimaan pajak juga tumbuh 17,69% (yoy).
Dalam paparannya, Sri Mulyani menjelaskan terjadi perlambatan penerimaan pajak hingga Mei 2024 dibandingkan dengan periode yang sama tahun lalu. Hal itu terutama terlihat dari perlambatan bruto PPh nonmigas karena pelemahan harga komoditas pada tahun lalu.
Kontraksi pada penerimaan pajak tersebut pun mencerminkan adanya penurunan profitabilitas pada 2023, terutama pada sektor-sektor komoditas.
Dia kemudian memerinci kinerja penerimaan PPh nonmigas mencapai Rp443,72 triliun atau 41,73% dari target. Penerimaan ini secara bruto terkontraksi 5,41%. Namun, secara neto terjadi minus yang lebih dalam hingga 8,9% karena posisi akhir Mei 2023 realisasinya senilai Rp486,94 triliun.
"Artinya mereka masih untung, tetapi keuntungannya menurun. Oleh karena itu, pembayaran pajaknya juga mengalami penurunan," ujarnya.
Kemudian, realisasi PPN dan PPnBM tercatat senilai Rp282,34 triliun atau 34,8% dari target. Penerimaan ini secara bruto tumbuh 5,72%, tetapi secara neto minus 20,7%.
Penerimaan pada PBB dan pajak lainnya terealisasi Rp5 triliun atau 13,26% dari target. Penerimaan ini secara bruto terkontraksi 15,03%, sedangkan netonya minus 13,5%. Hal ini terjadi karena tidak terulangnya pembayaran tagihan pajak pada 2023.
Adapun untuk realisasi penerimaan PPh migas, hingga akhir Mei 2024 senilai Rp29,31 triliun atau 38,38% dari target. Kinerja ini secara bruto kontraksi 20,64%, sedangkan netonya minus 20,7% karena penurunan lifting migas walaupun harga migas stabil dan nilai tukar rupiah mengalami pelemahan.
"Ini perlu untuk diperhatikan dari sisi produktivitas minyak dan gas Indonesia," imbuhnya. (sap)