JAKARTA, DDTCNews – Wajib pajak badan pusat diimbau untuk melakukan pemutakhiran data jika wajib pajak cabang tak kunjung mendapatkan nomor identitas tempat kegiatan usaha (NITKU). Topik ini menjadi bahasan media nasional pada hari ini, Jumat (5/7/2024).
DJP menegaskan NITKU telah diberikan secara otomatis terhadap setiap cabang setelah wajib pajak badan berstatus pusat melakukan pemutakhiran data. Jika cabang belum mendapatkan NITKU maka wajib pajak pusat perlu melakukan pemutakhiran data.
"Silakan lakukan pemutakhiran data terlebih dahulu pada wajib pajak badan dengan status pusat," jelas DJP melalui Kring Pajak.
Jika wajib pajak badan berstatus pusat telah memutakhirkan data, tetapi NITKU masih tak kunjung muncul di DJP Online maka pihak bersangkutan diimbau untuk melakukan konfirmasi ke kantor pelayanan pajak (KPP) tempat wajib pajak terdaftar.
Sesuai dengan Pasal 9 ayat (1) Peraturan Menteri Keuangan (PMK) 112/2022 s.t.d.d PMK 136/2023, NITKU diberikan oleh DJP terhadap setiap cabang yang sudah diterbitkan NPWP cabang sebelum PMK 112/2022 s.t.d.d. PMK 136/2023 mulai berlaku.
NITKU adalah nomor identitas yang diberikan untuk tempat kegiatan usaha wajib pajak yang terpisah dari tempat tinggal atau tempat kedudukan wajib pajak. Berbeda dengan NPWP yang menggunakan format 16 digit, NITKU berformat 22 digit.
Selain NITKU, terdapat pula ulasan lainnya terkait dengan komitmen pemerintah menindaklanjuti temuan BPK terkait dengan isu perpajakan. Ada pula ulasan mengenai usulan agar sumbangan untuk dana abadi perguruan tinggi menjadi pengurang penghasilan bruto.
DJP mengatakan NITKU akan dihasilkan (generate) oleh sistem. Dengan demikian, secara ketentuan, NITKU diberikan secara jabatan oleh otoritas pajak.
“NITKU yang di-generate oleh sistem DJP akan digunakan bersama dengan pihak lainya termasuk DJBC [Ditjen Bea dan Cukai] yang telah memiliki sistem yang terkoneksi dengan sistem DJP,” tulis otoritas dalam laman resminya.
DJP menegaskan NITKU tidak dipakai sebagai identitas perpajakan dalam pelaksanaan hak dan kewajiban pajak, tetapi sebagai penanda lokasi/tempat wajib pajak berada. NITKU diberikan kepada wajib pajak pusat maupun cabang sebagai identitas perpajakan yang melekat pada NPWP.
Pemerintah berkomitmen untuk menindaklanjuti temuan Badan Pemeriksa Keuangan (BPK) dalam rangka menyelesaikan permasalahan perpajakan.
Menteri Keuangan Sri Mulyani Indrawati mengatakan hasil pemeriksaan BPK atas Laporan Keuangan Pemerintah Pusat (LKPP) 2023 akan ditindaklanjuti guna meningkatkan kualitas pengelolaan keuangan negara pada masa mendatang.
"Kami akan senantiasa mendorong penyelesaian permasalahan perpajakan melalui evaluasi dan penyempurnaan proses bisnis untuk menghindarkan kesalahan pencatatan pada masa mendatang," katanya dalam rapat paripurna. (DDTCNews)
Ikatan Alumni Universitas Indonesia (Iluni UI) mengusulkan sumbangan untuk dana abadi (endowment fund) perguruan tinggi dapat dijadikan sebagai pengurang penghasilan bruto.
Ketua Umum Iluni UI Didit Ratam mengatakan pemberian insentif berupa tax deduction akan mendorong minat wajib pajak untuk menyumbang pada dana abadi perguruan tinggi. Menurutnya, langkah tersebut juga dapat meningkatkan partisipasi publik untuk meningkatkan kualitas pendidikan tinggi di Indonesia.
"Kalau sumbangan kepada [dana abadi] perguruan tinggi ini bisa menjadi pengurang pajak, tentunya ini akan membantu menginspirasi orang untuk menyumbang," katanya. (DDTCNews)
Menteri Perencanaan Pembangunan Nasional/Kepala Badan Perencanaan Pembangunan Nasional (Bappenas) Suharso Monoarfa menilai langkah pembebasan pajak terhadap orang-orang kaya melalui family office bukanlah langkah yang tepat.
"Saya berpendapat tidak selamanya kita harus memberikan insentif fiskal. Saya pernah sampaikan ini kepada Ibu Menteri Keuangan (Sri Mulyani). Kita sekarang harus berhemat-hemat untuk memberikan kesempatan terhadap insentif fiskal," katanya.
Meski begitu, bukan berarti dirinya tidak mendukung masuknya investor ke Indonesia. Menurutnya, pemerintah bisa menggelontorkan insentif dalam bentuk lain untuk mengundang investor ke Indonesia ketimbang insentif fiskal. (detik.com)
Mahkamah Konstitusi (MK) akan melanjutkan sidang pengujian materiil atas ketentuan pajak barang dan jasa tertentu (PBJT) jasa hiburan pada pekan depan, 11 Juli 2024.
Dalam persidangan tersebut, MK akan mendengarkan keterangan dari para pembuat undang-undang, yakni DPR dan pemerintah.
"Sambil menunggu pemberitahuan dan panggilan sidang untuk pemeriksaan persidangan dengan agenda mendengarkan keterangan DPR dan presiden, DPR bisa mempersiapkan keterangan dan risalah pembahasan perihal permohonan tersebut," tulis MK. (DDTCNews)