KEBIJAKAN PAJAK

Berbagai Insentif Pajak Belum Efektif Dorong Industri Bahan Baku Obat

Dian Kurniati
Kamis, 11 Juli 2024 | 13.41 WIB
Berbagai Insentif Pajak Belum Efektif Dorong Industri Bahan Baku Obat

Petugas kesehatan menunjukan vaksin rotavirus untuk diberikan kepada bayi pada pelaksanaan "Kick Off Imunisasi Rotavirus" di Ciledug, Kota Tangerang, Banten, Selasa (15/8/2023). ANTARA FOTO/Muhammad Iqbal/foc.

JAKARTA, DDTCNews - Kementerian Perindustrian menilai pengembangan industri bahan baku obat di Indonesia masih dihadapkan pada berbagai tantangan.

Plt Dirjen Industri Kimia, Farmasi, dan Tekstil Kemenperin Reni Yanita mengatakan salah satu tantangan yang dihadapi Indonesia, yakni pemberian berbagai insentif pajak yang belum efektif mendorong investasi di sektor bahan baku obat. Padahal, lanjutnya, pemerintah telah menyediakan berbagai skema insentif kepada investor yang menanamkan modal di sektor ini.

"Insentif existing seperti insentif terkait dengan investasi, tax holiday, tax allowance, maupun supertax deduction ini belum mampu menarik investasi di industri bahan baku obat," katanya dalam rapat bersama Komisi VII DPR, dikutip pada Kamis (11/7/2024).

Reni mengatakan Kemenperin telah melakukan kajian mengenai permasalahan dalam pengembangan industri bahan baku obat. Menurutnya, masih dibutuhkan insentif fiskal yang lebih atraktif agar investor tertarik menggarap sektor ini.

Saat ini, pemerintah telah menyediakan berbagai insentif di antaranya tax allowance, tax holiday, dan supertax deduction. Pada tax allowance, insentif yang diberikan berupa pengurangan penghasilan neto sebesar 30% dari jumlah nilai penanaman modal untuk 6 tahun masing-masing sebesar 5%. Insentif ini diberikan kepada 166 bidang usaha dan 17 bidang usaha tertentu di lokasi tertentu, termasuk pada bidang usaha farmasi.

Kemudian soal tax holiday, insentif ini diberikan berdasarkan sejumlah ketentuan, terutama soal nilai modal yang ditanamkan. Pada penanaman modal minimum Rp30 triliun, tax holiday yang dapat diberikan bahkan mencapai 20 tahun.

Adapun soal supertax deduction, pemerintah mengatur kegiatan litbang tertentu dapat memanfaatkan pengurangan penghasilan bruto paling tinggi 300% dari jumlah biaya yang dikeluarkan untuk kegiatan litbang tertentu di Indonesia. Pengurangan ini terdiri atas 100% dari jumlah biaya riil dan tambahan pengurangan sebesar paling tinggi 200% dari akumulasi biaya yang dikeluarkan untuk kegiatan litbang dalam jangka waktu tertentu.

Terdapat 11 fokus litbang dan 105 tema litbang yang dapat diajukan untuk memperoleh fasilitas supertax deduction. Fokus bidangnya termasuk farmasi, kosmetik, dan alat kesehatan.

"Memang perlu adanya instrumen fiskal yang lebih atraktif lagi untuk kita mendapatkan bahan-baku obat yang lebih kompetitif," ujar Reni.

Tidak hanya insentif fiskal, Reni menambahkan pengembangan industri bahan baku obat selama ini ternyata masih dianggap kurang visibel. Hal itu terjadi karena volume permintaan nasional belum layak secara keekonomian.

kemudian, tingkat ketergantungan perusahaan farmasi asing pada parent company juga terlalu tinggi. Dengan kondisi ini, perusahaan farmasi tersebut biasanya memilih mengimpor bahan baku ketimbang berinvestasi pada produksi bahan baku obat di dalam negeri.

Sebagai solusi atas persoalan tersebut, dia pun mengusulkan penguatan struktur industri bahan baku obat dengan memproduksi bahan dasar, bahan intermediate, dan bahan aktif yang masih diimpor. (sap)

Cek berita dan artikel yang lain di Google News.
Bagikan:
user-comment-photo-profile
Belum ada komentar.