Pekerja Pertamina EP Papua Field memeriksa fasilitas pompa angguk di area Lapangan Produksi Migas Klamono di Distrik Klamono, Kabupaten Sorong, Provinsi Papua Barat Daya, Selasa (11/6/2024). ANTARA FOTO/ Erlangga Bregas Prakoso/aww/YU
JAKARTA, DDTCNews - Penundaan atau pengurangan hingga 100% atas pajak-pajak tidak langsung (indirect tax) masuk dalam usulan stimulus yang selama ini diajukan SKK Migas kepada pemerintah.
Usulan penundaan dan pengurangan 100% indirect tax dilakukan melalui pemberlakuan kembali mekanisme assumed and discharged atas pajak tidak langsung, termasuk PPN, PBB, bea masuk dan PDRI, serta pajak dan retribusi daerah (PDRD) sebagaimana rezim KKS sebelum PP 79/2010.
"Usulan ini juga bisa dijalankan melalui fasilitas pembebasan pajak tidak langsung yang diberikan sejak eksplorasi hingga akhir masa kontrak dengan merevisi PP 27/2017 dan PP 53/2017," tulis SKK Migas dalam Laporan Tahunan 2022, dikutip pada Senin (30/7/2024).
Kedua PP di atas secara spesifik memang mengatur aspek perpajakan bagi industri hulu migas. Rencana revisi sudah bergulir sejak 2022 lalu tetapi belum difinalisasi hingga kini.
Terbaru, Menko Bidang Kemaritiman dan Investasi Luhut Binsar Pandjaitan menyampaikan bahwa revisi kedua beleid tersebut tengah dirampungkan sebagai bagian penyempurnaan regulasi migas. Pemerintah, ujarnya, ingin menarik lebih banyak investasi sektor hulu migas.
Guna mendudukkan kembali prioritas perbaikan regulasi perpajakan migas, SKK Migas perlu merampungkan pembahasan bersama dengan Kementerian ESDM, Badan Kebijakan Fiskal (BKF), Ditjen Pajak (DJP), dan Ditjen Anggaran (DJA).
Sementara waktu, terkait dengan usulan penundaan dan pengurangan 100% indirect tax, SKK Migas mengajukan dua opsi solusi.
Pertama, untuk kontrak yang eksisting, pemerintah bisa memperbaiki fasilitas perpajakan PP 27/2017 dan PP 53/2017 melalui revisi PP.
Kedua, untuk kontrak baru, bisa dilakukan pemberlakuan kembali assume and discharge melalui revisi UU Migas. (sap)