Tax Specialist at DDTC Rafif Naufal.
JAKARTA, DDTCNews - Pembaruan sistem inti administrasi pajak (coretax administration system/CTAS) dinilai akan mendukung terwujudnya kepatuhan kooperatif (cooperative compliance).
Tax Specialist at DDTC Rafif Naufal mengatakan CTAS bakal mengubah berbagai proses bisnis di bidang pajak sehingga makin transparan dan serba otomatis. Meski demikian, tetap dibutuhkan komitmen perbaikan, baik dari Ditjen Pajak (DJP) sebagai otoritas maupun wajib pajak, untuk membangun kepatuhan kooperatif.
"Dari Ditjen Pajak perlu lebih percaya kepada wajib pajak, sedangkan wajib pajak juga harus berkomitmen untuk lebih transparan," katanya dalam seminar nasional Transformasi Digital Dalam Akuntansi Dan Pajak Serta Dampaknya Dalam Dunia Bisnis di Program Vokasi Institut STIAMI, Sabtu (3/8/2024).
Rafif mengatakan paradigma kepatuhan pajak di dunia mulai bergeser menjadi berbasis kooperatif. Paradigma ini akan menciptakan sebuah lingkungan yang mengusahakan kepatuhan wajib pajak tidak hanya karena keterpaksaan.
Kehadiran CTAS dinilai akan mendukung perwujudan kepatuhan kooperatif tersebut. Sejalan dengan kemudahan yang ditawarkan oleh digitalisasi, wajib pajak pun bakal memiliki keinginan lebih kuat untuk patuh.
CTAS nantinya mengubah 21 proses bisnis di bidang pajak, yang 5 di antaranya ditujukan untuk wajib pajak. Kelima proses bisnis ini mencakup pendaftaran, pembayaran, taxpayer account management, penyampaian SPT, dan layanan perpajakan.
Sementara proses bisnis lainnya, akan dimanfaatkan oleh otoritas pajak. Salah satu proses bisnis yang dapat mendukung perwujudan kepatuhan kooperatif adalah compliance risk management (CRM).
CRM akan membantu DJP menentukan perlakuan terhadap wajib pajak berbasis risiko sehingga lebih terukur dan terstandardisasi. Dalam hal ini, wajib pajak patuh pun bakal memperoleh kemudahan pelayanan dan terhindar dari pemeriksaan.
Meski demikian, Rafif memandang penerapan CRM juga perlu didukung dengan penerapan tax control framework (TCF) oleh wajib pajak. TCF akan membantu wajib pajak membangun tata kelola internal sehingga seluruh transaksi dan keputusan bisnis yang diambil sudah sejalan dengan ketentuan pajak yang berlaku.
"Otoritas dan wajib pajak akan menjadi pihak yang equal. Ini agar wajib pajak atau pebisnis nyaman dalam melakukan pemenuhan kepatuhan perpajakan sehingga tidak merasa terpaksa," ujarnya.
Rektor Institut STIAMI Euis Komalawati pun menilai transformasi digital menjadi isu yang tidak dapat dihindari, termasuk di bidang akuntansi dan pajak. Mahasiswa pun perlu bersiap sehingga mampu beradaptasi dengan teknologi tersebut di dunia kerja. (sap)