Ilustrasi.
JAKARTA, DDTCNews - Kepastian pengenaan cukai terhadap minuman berpemanis dalam kemasan (MBDK) kini bergantung pada presiden terpilih Prabowo Subianto. Kebijakan fiskal strategis akan diputuskan nanti ketika gerbong pemerintahan yang baru sudah mulai berjalan. Topik tersebut menjadi salah satu ulasan media nasional pada hari ini, Kamis (29/8/2024).
Menteri Keuangan Sri Mulyani mengungkapkan saat ini pemerintah terus berkoorsinasi dengan tim Prabowo untuk merumuskan sejumlah kebijakan strategis tahun depan. Salah satunya, soal pengenaan cukai MBDK. Terlebih, kebijakan ini bakal berdampak cukup luas, termasuk ke aspek politik, sosial, dan ekonomi.
"Untuk hal yang sifatnya policy yang memiliki dampak politik, sosial, ekonomi yang cukup luas nanti dari presiden terpilih yang akan menetapkan," kata Sri Mulyani.
Sri Mulyani menuturkan pemerintah terus berkonsultasi dengan tim Prabowo mengenai beberapa hal yang terkait dengan pelaksanaan RAPBN 2025. Nanti, RAPBN 2025 bakal dijalankan pemerintahan Prabowo-Gibran Rakabuming Raka.
Pada RAPBN 2025, pemerintah telah menuliskan beberapa kebijakan baru termasuk ekstensifikasi barang kena cukai (BKC) secara terbatas pada MBDK untuk menjaga kesehatan masyarakat.
Sejalan dengan kebijakan ekstensifikasi BKC pada MBDK, pemerintah menargetkan penerimaan cukai akan mencapai Rp244,2 triliun pada 2025. Target ini naik 5,9% dari outlook penerimaan cukai tahun ini yang senilai Rp230,5 triliun.
Selain bahasan mengenai cukai minuman berpemanis dalam kemasan, ada pula berita-berita lain yang menarik. Di antaranya, tambahan pagu yang disiapkan untuk program PPN ditanggung pemerintah (DTP) 100%, update tentang reformasi perpajakan, dan perkembangan terkini tentang uji materi pengenaan pajak barang dan jasa tertentu (PBJT).
Sri Mulyani mengatakan pengenaan cukai MBDK menjadi salah satu upaya optimalisasi pendapatan negara. Namun, tujuan utama kebijakan tersebut yakni menurunkan prevalensi penyakit diabetes pada masyarakat, terutama anak-anak.
Pengenaan cukai MBDK diharapkan mampu meningkatkan kesehatan masyarakat. Dengan kebijakan ini, pemerintah akan menambah objek cukai di Indonesia. Selama ini, objek cukai masih terbatas pada hasil tembakau, minuman yang mengandung etil alkohol (MMEA), serta etil alkohol atau etanol.
"Cukai makanan dan minuman berpemanis sesuai dengan tujuan dari Kementerian Kesehatan untuk menjaga meluasnya atau makin tingginya prevalensi diabetes bahkan kepada tingkat anak-anak," katanya dalam rapat di Komisi XI DPR. (DDTCNews)
Pemerintah akan menghitung ulang alokasi anggaran untuk pemberian insentif PPN ditanggung pemerintah atas pembelian rumah sebesar 100% hingga Desember 2024 dari semula hanya 50% untuk periode semester II/2024.
Wakil Menteri Keuangan I Suahasil Nazara mengatakan pemerintah tengah menghitung ulang alokasi anggaran atas pemberian insentif PPN rumah DTP sebesar 100%. Menurutnya, Kemenkeu akan memastikan kebutuhan pagu untuk insentif ini tersedia.
"Bujet nanti mengikuti lah semuanya. Kami siapkan pokoknya," katanya. (DDTCNews)
Menteri Keuangan Sri Mulyani Indrawati menyatakan pemerintah dalam beberapa tahun terakhir terus melaksanakan reformasi perpajakan.
Sri Mulyani mengatakan reformasi perpajakan menjadi salah satu upaya pemerintah mengoptimalkan penerimaan negara. Di sisi lain, reformasi perpajakan juga diarahkan untuk meningkatkan daya saing dan kesetaraan pada perekonomian.
"Ini menggambarkan bahwa instrumen fiskal tidak melulu hanya untuk penerimaan negara, tetapi juga untuk menciptakan distribusi dan ekualitas di dalam perekonomian kita," katanya. (DDTCNews)
Komisi III DPR menolak seluruh calon hakim agung (CHA) dan calon hakim ad hoc HAM yang diusulkan oleh Komisi Yudisial (KY).
Penolakan tersebut disampaikan oleh Ketua Komisi III DPR Bambang Wuryanto ketika membacakan kesimpulan rapat. Menurutnya, seluruh fraksi di Komisi III menyepakati untuk tidak memberikan persetujuan atas 12 CHA dan calon hakim ad hoc HAM.
"Saya ulangi, tidak memberikan persetujuan secara keseluruhan terhadap calon hakim. Kenceng ini," katanya dalam rapat. (DDTCNews)
Penetapan tarif pajak barang dan jasa tertentu (PBJT) khusus atas jasa hiburan di diskotek, karaoke, kelab malam, bar, dan mandi uap/spa dinilai bertentangan dengan Pasal 18A ayat (2) UUD 1945. Hal ini disampaikan Mantan Dirjen Otonomi Daerah Kemendagri Djohermansyah Djohan sebagai saksi ahli dalam sidang pengujian materiil UU HKPD di Mahkamah Konstitusi (MK), Rabu (28/8/2024).
Menurut Djohan, Pasal 18A ayat (2) UUD 1945 telah mengamanatkan agar hubungan keuangan antara pemerintah pusat dan pemda dilaksanakan secara adil dan selaras.
"Penetapan tarif PBJT khusus 5 jasa hiburan tadi telah mencederai konstitusi dan melemahkan otonomi yang menjadi amanah reformasi, sehingga layak dibatalkan oleh MK," ujar Djohan. (DDTCNews) (sap)