Ilustrasi. Pekerja menata minuman kemasan yang dijual di minimarket di Sukabumi, Jawa Barat, Selasa (27/8/2024). Direktorat Jenderal Bea Cukai akan menetapkan cukai pada minuman berpemanis dalam kemasan (MBDK) pada 2025. ANTARA FOTO/Henry Purba/agr/Spt.
JAKARTA, DDTCNews - Komisi XI DPR meminta pemerintah segera menyampaikan rencana pengenaan cukai minuman berpemanis dalam kemasan (MBDK).
Rencana pengenaan cukai MBDK telah masuk dalam RAPBN 2024. Sebagaimana diatur dalam UU 7/2021 tentang Harmonisasi Peraturan Perpajakan (HPP), penambahan atau pengurangan objek cukai perlu dibahas dengan DPR dan masuk dalam UU APBN.
"Pemerintah akan menyampaikan rencana pelaksanaan cukai minuman berpemanis dalam kemasan (MBDK) kepada Komisi XI DPR RI untuk mendapatkan persetujuan," kata Ketua Komisi XI DPR Kahar Muzakir saat membacakan kesimpulan rapat bersama pemerintah, dikutip pada Kamis (29/8/2024).
UU HPP telah mengamanatkan penambahan atau pengurangan jenis barang kena cukai (BKC) perlu dibahas dan disepakati dengan DPR, serta masuk dalam UU APBN. Setelahnya, pemerintah akan merancang peraturan pemerintah (PP) sebagai payung hukum pengaturan penambahan jenis barang yang dikenakan cukai.
Rencana pengenaan cukai MBDK sebetulnya telah disampaikan kepada DPR pada awal 2020. Pada saat itu, pemerintah menyampaikan jenis minuman yang bakal dikenakan cukai beserta dengan tarifnya.
Pemerintah dan DPR kemudian mematok target penerimaan cukai MBDK untuk pertama kalinya pada APBN 2022 senilai Rp1,5 triliun. Pada 2024, target penerimaan cukai MBDK ditetapkan senilai Rp4,38 triliun.
Sebelumnya, Menteri Keuangan Sri Mulyani Indrawati menyebut pengenaan cukai MBDK menjadi salah satu upaya optimalisasi pendapatan negara. Namun, tujuan utama kebijakan tersebut yakni menurunkan prevalensi penyakit diabetes pada masyarakat, terutama anak-anak.
Menurutnya, pemerintah terus melakukan koordinasi dengan tim presiden dan wakil presiden terpilih Prabowo Subianto-Gibran Rakabuming Raka untuk merumuskan beberapa kebijakan fiskal pada 2025, termasuk cukai MBDK. Terlebih, kebijakan ini memiliki dampak politik, sosial, ekonomi yang luas.
"Untuk hal yang sifatnya policy yang memiliki dampak politik, sosial, ekonomi yang cukup luas nanti dari presiden terpilih yang akan menetapkan," ujarnya. (sap)