Ketua DPR Puan Maharani (kedua kanan) didampingi Wakil Ketua DPR Sufni Dasco Ahmad (kanan), Lodewijk Freidrich Paulus (kedua kiri) dan Rachmat Gobel (kiri) memimpin Sidang Paripurna DPR RI Ke- 6 Masa Persidangan I Tahun Sidang 2024-2025 di Gedung Nusantara II, kompleks Parlemen, Senayan, Jakarta, Selasa (10/9/2024). ANTARA FOTO/Muhammad Iqbal/YU
JAKARTA, DDTCNews - DPR memutuskan untuk menolak seluruh calon hakim agung (CHA) dan calon hakim ad hoc HAM yang diusulkan oleh Komisi Yudisial (KY).
Keputusan ini telah diambil oleh DPR melalui rapat paripurna setelah disampaikannya laporan oleh Komisi III DPR selaku komisi yang melaksanakan fit and proper test terhadap para CHA yang diusulkan KY.
"Sekarang kami akan menanyakan sidang dewan yang terhormat, apakah laporan Komisi III yang tidak menyetujui seluruh CHA dan calon hakim ad hoc HAM pada Mahkamah Agung (MA) tahun 2024 tersebut dapat disetujui untuk ditetapkan," tanya Ketua DPR Puan Maharani kepada para anggota DPR sebelum mengetukkan palu rapat, Selasa (10/9/2024).
Wakil Ketua Komisi III DPR RI Pangeran Khairul Saleh mengatakan penolakan atas 12 CHA dan calon hakim ad hoc dilatarbelakangi oleh adanya 2 CHA berlatar belakang hakim karier yang belum memiliki pengalaman 20 tahun menjadi hakim seperti diatur dalam UU 14/1985 s.t.d.t.d UU 3/2009 tentang MA.
Dua hakim dimaksud adalah LY Hari Sih Advianto dan Tri Hidayat Wahyudi, hakim pada Pengadilan Pajak yang sama-sama dicalonkan sebagai CHA tata usaha negara (TUN) khusus pajak.
"LY Hari Sih Advianto dilantik menjadi hakim pajak pada Januari 2016, baru 8 tahun menjadi hakim. Tri Hidayat Wahyudi mulai menjadi hakim pajak pada 2010, baru 14 tahun sebagai hakim meski yang bersangkutan pernah menjadi ketua Pengadilan Pajak pada 2015," ujar Saleh.
Menyikapi adanya 2 CHA yang tidak memenuhi syarat formal dalam UU MA tersebut, Komisi III DPR menggelar rapat internal dan memutuskan untuk tidak menyetujui seluruh CHA dan calon hakim ad hoc HAM yang diusulkan KY.
"Pengalaman, kecakapan, kemampuan, wawasan kebangsaan, integritas, dan moral CHA dan calon hakim ad hoc HAM merupakan prasyarat penting untuk menjadi hakim agung dan hakim ad hoc pada MA," ujar Saleh.
Seperti diketahui, KY dalam konferensi persnya telah menyatakan saat ini tidak ada satupun hakim di Pengadilan Pajak yang memiliki pengalaman 20 tahun atau lebih. "Bahkan, bisa dikatakan hingga 7 tahun ke depan tidak akan ada hakim pajak yang memenuhi persyaratan menjadi hakim selama 20 tahun," ujar Anggota KY Binziad Kadafi.
Menurut KY, 2 hakim pajak dimaksud perlu dicalonkan sebagai hakim agung TUN khusus pajak dalam rangka memenuhi kebutuhan objektif di MA. Pasalnya, saat ini MA hanya memiliki 1 hakim agung TUN khusus pajak dan membutuhkan penambahan jumlah hakim guna mengurangi antrean perkara peninjauan kembali (PK) pajak.
Dari 7.979 total perkara PK di kamar TUN pada 2023, 88,65% di antaranya adalah perkara PK pajak. "Masing-masing hakim agung di kamar TUN MA menanggung beban perkara sebanyak 3.420 perkara per tahun, sehingga hal ini menjadi beban kerja tertinggi dibanding hakim agung di kamar lainnya di MA," ujar Kadafi. (sap)