Ilustrasi.
JAKARTA, DDTCNews - Baru-baru ini isu mengenai PPN atas kegiatan membangun sendiri (KMS) kembali menjadi perbincangan hangat di tengah masyarakat. Topik ini kembali hangat lantaran rencana kenaikan tarif PPN menjadi 12% pada 2025 ikut berimbas ke tarif PPN KMS, yakni menjadi 2,4% pada 2025.
Menanggapi isu tersebut, Ditjen Pajak (DJP) kembali menegaskan PPN KMS bukanlah pajak baru di Indonesia.
“Pengenaan PPN KMS sudah diterapkan sejak tahun 1995 berdasarkan Pasal 16C UU PPN dan PPnBM,” tulis DJP melalui media sosial, dikutip pada Sabtu (28/9/2024).
DJP turut menjelaskan bahwa pada dasarnya aturan ini bertujuan untuk memberikan keadilan antara pembangunan yang dilakukan sendiri dan kegiatan membangun melalui kontraktor atau developer.
Kenaikan tarif PPN KMS akan sejalan dengan kenaikan tarif umum PPN dari 11% menjadi 12% paling lambat 1 Januari 2025 sebagaimana diamanatkan dalam UU PPN s.t.d.t.d UU 7/2021 tentang Harmonisasi Peraturan Perpajakan (HPP).
Sebagaimana diatur pada PMK 61/2022, PPN KMS akan dikenakan pada kegiatan membangun sendiri baik bangunan baru maupun perluasan bangunan lama yang diperuntukan bagi tempat tinggal atau kegiatan usaha, dan memiliki luas keseluruhan paling sedikit 200 m2.
Apabila kegiatan membangun sendiri merupakan renovasi yang tidak menambah luas bangunan maka tidak dikenakan PPN KMS.
Dasar pengenaan pajak (DPP) dari PPN atas kegiatan membangun sendiri adalah sebesar biaya yang dikeluarkan untuk membangun bangunan untuk setiap masa pajak sampai bangunan selesai. Perlu dicatat, biaya perolehan tanah tidak termasuk dalam DPP PPN KMS.
Cara menghitung nilai PPN masa terutang yaitu dengan cara mengalikan tarif PPN berlaku dengan 20%, kemudian dikalikan kembali dengan jumlah biaya bangun dalam satu masa pajak (satu bulan). PPN KMS wajib dihitung, dipungut, dan disetor sendiri oleh orang pribadi atau badan yang melakukan kegiatan tersebut.
Tempat PPN KMS terutang adalah pada wilayah tempat bangunan tersebut didirikan dan batas waktu maksimum penyetoran adalah tanggal 15 bulan berikutnya setelah berakhirnya masa pajak.
Kegiatan membangun sendiri dapat dilakukan sekaligus dalam jangka waktu tertentu atau bertahap sebagai satu kesatuan kegiatan sepanjang tenggang waktu antartahapan tidak lebih dari 2 tahun.
Bila tenggang waktu antartahapan kegiatan pembangunan sendiri melebihi 2 tahun, kegiatan tersebut merupakan kegiatan membangun sendiri yang terpisah.
Selain itu, petugas pajak atau account representative boleh menetapkan NPWP secara jabatan apabila terdapat potensi KMS sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan di bidang perpajakan. (Syallom Aprinta Cahya Prasdani/sap)