Pengerajin menganyam rotan untuk dijadikan aksesori kerajinan tas di Indang Apang Galeri, Palangka Raya, Kalimantan Tengah, Selasa (8/10/2024). Badan Pusat Statistik (BPS) mencatat nilai ekspor komoditas non migas Kalimantan Tengah pada Agustus 2024 mencapai 233,61 juta dolar AS atau turun 13,76 persen dibanding dengan ekspor Juli 2024 sebesar 270,89 juta dolar AS. ANTARA FOTO/Auliya Rahman/Spt.
JAKARTA, DDTCNews – Pemerintah memberikan beragam fasilitas kepabeanan untuk mendukung usaha mikro, kecil, dan menengah (UMKM). Fasilitas itu terutama diberikan guna mendukung pengembangan UMKM, terutama dalam memperluas akses pasar ke luar negeri.
Fasilitas itu tertuang dalam PMK 177/2016 s.t.d.d PMK 110/2019. Peraturan ini membebaskan bea masuk dan tidak memungut PPN atau PPnBM atas impor barang, bahan, dan mesin untuk tujuan ekspor. Fasilitas ini biasa dikenal sebagai kemudahan impor tujuan ekspor (KITE) untuk industri kecil dan menengah (IKM).
“Bagi IKM, fasilitas tersebut bermanfaat untuk menurunkan biaya produksi, meningkatkan cash flow yang dapat mengembangkan kapasitas produksi dan investasi, serta meningkatkan daya saing,” tulis Ditjen Bea dan Cukai dalam laman resminya, dikutip pada Sabtu (12/10/2024).
Tidak hanya bagi pelaku IKM, fasilitas itu juga berkontribusi terhadap perekonomian nasional. Adapun KITE IKM mendorong pertumbuhan produk IKM dengan branding nasional yang mampu mengisi pasar internasional, memperkuat daya saing Indonesia, serta memperkuat fondasi perekonomian nasional.
Hasilnya, sesuai Laporan Dampak Ekonomi Tahun 2023, terdapat 120 perusahaan yang berkontribusi pada devisa ekspor senilai US$67,16 juta. Meskipun kontribusi ekspor tersebut hanya 0,03% dari total ekspor nasional manufaktur, rasio ekspor dibanding impor telah mencapai 4,01.
DJBC menjelaskan fasilitas yang diberikan kepada perusahaan-perusahaan itu mencapai Rp46,82 miliar dan menyerap tenaga kerja sebanyak 18.043 orang. Aktivitas ekonomi ini menghasilkan nilai tambah sebesar Rp887,41 miliar dan investasi baru sebesar Rp180,22 miliar.
Utilisasi fasilitas KITE IKM juga menunjukkan tren positif dalam 10 tahun terakhir. Hal ini ditunjukkan dengan adanya penambahan perusahaan penerima fasilitas diikuti peningkatan nilai ekspor tiap tahunnya.
Adapun penerima fasilitas KITE mencapai 125 perusahaan sampai dengan kuartal II 2024 dengan total kontribusi ekspor sebesar US$42,36 juta. Selain itu, pemerintah juga memfasilitasi perluasan pasar produk UMKM ke luar negeri melalui program Klinik Ekspor yang telah berjalan sejak 2018.
Program tersebut merupakan kolaborasi DJBC dengan sejumlah pihak. Kolaborasi itu dilakukan untuk memberikan pelatihan serta pembelajaran seputar pasar luar negeri. Upaya kolaborasi tersebut mendekatkan sumber informasi dari negara tujuan kepada para pelaku UMKM.
Klinik ekspor itu dilaksanakan melalui berbagai macam kegiatan, seperti business matching, pengembangan dan pelatihan kewirausahaan internasional, fasilitasi penyelenggaraan pameran produk, dan bentuk promosi internasional produk UMKM.
Program klinik ekspor juga menjadi pusat konsultasi dan pelatihan tentang ekspor, memberikan panduan praktis mengenai perizinan, koneksi pasar, serta berbagai fasilitas fiskal yang tersedia untuk UMKM. Berbagai kisah sukses menunjukkan dampak nyata dari program tersebut.
Misalnya, ada Kelompok Tani Wanoja yang berhasil mengekspor 7 ton kopi arabika ke Arab Saudi pada 2023. Ada pula CV Bunga Melati yang berhasil mengekspor 9.897 item pot hias sabut kelapa (kokedama) ke Jepang pada tahun yang sama.
Program-program dukungan serta tersebut menunjukkan komitmen pemerintah dalam mendukung UMKM meningkatkan daya saing mereka di pasar global. Selain itu, kolaborasi internasional yang dijalin DJBC telah membuka jalan bagi UMKM untuk menjadi pemain ekspor yang berkelanjutan.
“Keberhasilan UMKM dalam menembus pasar ekspor tidak hanya akan meningkatkan pendapatan nasional, tetapi juga membangun citra positif Indonesia di dunia internasional.,” tulis DJBC, dilansir dari laman resminya. (sap)