Ika Fransisca, Muhammad Adzka Isma, dan Arief Hidayat (kiri ke kanan).
JAKARTA, DDTCNews - Penerbitan buku Gagasan Perpajakan untuk Prabowo-Gibran dinilai menjadi wadah untuk menuangkan berbagai kegelisahan mengenai kebijakan perpajakan di Indonesia.
Ika Fransisca sebagai salah satu kontributor buku Gagasan Perpajakan untuk Prabowo-Gibran mengatakan tulisannya berangkat dari curhatan para UMKM mengenai ketentuan pemungutan PPN pada pengusaha kecil. Setelah buku ini diterbitkan, diharapkan kegelisahan mengenai kebijakan PPN akan didengarkan oleh para pembuat kebijakan.
"Tulisan ini menjadi bentuk kegelisahan saya setelah mendengar curhatan para pelaku UMKM. Terima kasih Pak Darussalam dan DDTC sudah memberikan ruang bagi saya dan UMKM melalui penerbitan buku ini," katanya dalam Temu Kontributor Buku DDTC: Gagasan Perpajakan untuk Prabowo-Gibran, Jumat (25/10/2024).
Juara I Lomba Menulis Artikel Pajak DDTCNews 2024 ini mengatakan keikutsertaan pada lomba bertema Pemerintah Baru, Kebijakan Pajak Baru? sebetulnya bukan untuk menang, melainkan agar tulisannya dapat dipublikasikan dalam bentuk buku. Namun pada akhirnya, tulisan ini juga menjadi juara dalam lomba.
Senada, kontributor buku DDTC: Gagasan Perpajakan untuk Prabowo-Gibran lainnya, Arief Hidayat, juga menyumbangkan tulisan yang bermula dari keresahan pribadi. Lantaran khawatir terkena obesitas dan diabetes, dia kemudian menulis tentang cukai gula untuk mengatasi persoalan kesehatan masyarakat sekaligus menambah pundi penerimaan negara.
Pemerintah dalam beberapa tahun terakhir memang telah merencanakan pengenaan cukai minuman bergula dalam kemasan (MBDK), tetapi belum terealisasi. Melalui tulisan yang dibukukan, dia berharap kebijakan cukai gula segera diimplementasikan.
"Saya sudah lama resah soal ini dan mengumpulkan banyak materi penelitian tentang penerapan cukai gula di negara lain. Akhirnya DDTC memberikan wadah untuk menuliskannya," ujarnya.
Adapun Muhammad Adzka Isma, mengkontribusikan tulisan mengenai upaya menjamin hak pemajakan dan basis pajak yang lebih adil dalam konteks ekonomi digital melalui Pilar 1. Menurutnya, yurisdiksi pasar termasuk Indonesia semestinya mendapatkan hak pemajakan yang adil dari perusahaan multinasional.
Sayangnya, negara seperti Amerika Serikat (AS) yang menjadi markas sebagian besar grup perusahaan multinasional belum menandatanganinya.
Dia menilai DDTC menjadi konsultan pajak yang paling inklusif di Indonesia. Berbagai produk DDTC pun dapat diakses oleh semua kalangan, mulai dari mahasiswa, praktisi, hingga pembuat kebijakan.
"DDTC mempunyai unique value, karena dengan semangat pro bono telah berperan sebagai penyambung antara wajib pajak dan otoritas pajak," katanya.
Ketiga kontributor buku Gagasan Perpajakan untuk Prabowo-Gibran pun berharap DDTC terus berkembang sebagai institusi pajak berbasis riset, teknologi, dan ilmu pengetahuan. Selain itu, DDTC juga diharapkan terus memberikan kesempatan kepada masyarakat untuk menuangkan kegelisahan tentang pajak melalui lomba menulis. (sap)