Ilustrasi.
JAKARTA, DDTCNews - World Bank menyebut proses pengembalian pajak atau restitusi PPN di Indonesia masih menjadi persoalan bagi para wajib pajak.
Berdasarkan laporan World Bank bertajuk Business Ready (B-Ready) 2024, sekitar 70% dari 2.955 perusahaan yang disurvei menyatakan tidak mengajukan restitusi PPN dikarenakan prosedurnya yang terlalu memberatkan.
Adapun survei tersebut dilakukan dari Desember 2022 sampai dengan September 2023. “Persentase perusahaan yang tidak mengajukan restitusi PPN karena prosedurnya terlalu memberatkan mencapai 70%,” sebut World Bank, Rabu (30/10/2024).
Skor yang diberikan kepada Indonesia pada sub-indikator penggunaan restitusi PPN (use of a VAT refund) hanya 5,1 dari skor maksimal 10. Adapun sub-indikator ini berisi data yang dikumpulkan melalui World Bank Enterprise Surveys
Sebagai perbandingan, hanya 17% wajib pajak badan di Vietnam yang tidak mengajukan restitusi PPN lantaran rumitnya prosedur. Di Kamboja, sekitar 24% wajib pajak badan tidak menggunakan hak restitusinya karena terlalu prosedur yang rumit.
Sementara itu, di Filipina, sebanyak 56% wajib pajak badan enggan mengajukan restitusi PPN akibat rumitnya prosedur restitusi.
Sebagai informasi, B-Ready merupakan indikator kemudahan berusaha dan iklim investasi yang dirilis oleh World Bank sebagai pengganti indikator sebelumnya, Ease of Doing Business (EoDB).
Secara umum, 10 aspek yang menjadi objek penilaian B-Ready antara lain business entry, business location, utility services, labor, financial services, international trade, taxation, dispute resolution, market competition, dan business insolvency. Sepuluh aspek tersebut dinilai penting karena memiliki kaitan erat dengan siklus bisnis.
Terkait dengan aspek perpajakan, Indonesia mendapatkan skor 59,91, lebih tinggi dari rata-rata skor pada 50 negara yang tercakup dalam laporan B-Ready 2024.
Seperti diketahui, wajib pajak di Indonesia berhak mengajukan restitusi atas kelebihan pembayaran pajak melalui mekanisme normal sebagaimana diatur dalam Pasal 17B UU KUP atau melalui mekanisme dipercepat berdasarkan Pasal 17C UU KUP, ataupun Pasal 17D UU KUP, dan Pasal 9 ayat (4c) UU PPN.
Wajib pajak yang berhak mendapatkan restitusi dipercepat antara lain wajib pajak yang memenuhi kriteria tertentu berdasarkan Pasal 17C UU KUP, wajib pajak yang memenuhi persyaratan tertentu berdasarkan Pasal 17D UU KUP, dan pengusaha kena pajak (PKP) yang dikategorikan berisiko rendah berdasarkan Pasal 9 ayat (4c) UU PPN.
Merujuk pada Peraturan Menteri Keuangan (PMK) 39/2018 s.t.d.t.d PMK 209/2021, surat keputusan pengembalian pendahuluan kelebihan pajak (SKPPKP) diterbitkan paling lama 3 bulan sejak permohonan restitusi PPh diterima dan maksimal sebulan sejak permohonan restitusi PPN diterima.
Sebagai informasi, buku ke-27 DDTC berjudul Gagasan Perpajakan untuk Prabowo-Gibran juga memuat artikel Urgensi Meracik Kembali Mekanisme Restitusi PPN di Indonesia. Simak 'Indikator B-Ready World Bank, Restitusi PPN Juga Diulas di Buku DDTC'. (rig)