Laman muka dokumen PMK 82/2024.
JAKARTA, DDTCNews - Pemerintah telah menerbitkan PMK 82/2024 yang mempertegas tata cara pembebasan cukai.
PMK 82/2024 terbit sebagai pengganti PMK 109/2010 s.t.d.t.d PMK 172/2019. Penggantian peraturan ini dilaksanakan untuk lebih memberikan kepastian hukum dan meningkatkan pelayanan kepada pengguna jasa.
"Untuk memberikan kepastian hukum dan meningkatkan pelayanan di bidang cukai melalui penyederhanaan proses bisnis serta akomodasi pertumbuhan atau perkembangan dunia usaha, PMK 109/2010 s.t.d.t.d PMK 172/2019 perlu untuk diganti," bunyi salah satu pertimbangan PMK 82/2024.
PMK 82/2024 terbit dengan memberikan beberapa penegasan mengenai fasilitas pembebasan cukai. Pasal 2 beleid ini menyatakan pembebasan cukai dapat diberikan atas barang kena cukai (BKC) untuk 8 keperluan.
Pertama, yang digunakan sebagai bahan baku atau bahan penolong dalam pembuatan barang hasil akhir yang bukan merupakan barang kena cukai (BHA bukan BKC). Kedua, yang digunakan sebagai bahan baku atau bahan penolong dalam pembuatan BHA bukan BKC melalui proses produksi terpadu.
Ketiga, untuk keperluan penelitian dan pengembangan ilmu pengetahuan. Keempat, untuk keperluan perwakilan negara asing beserta para pejabatnya yang bertugas di Indonesia berdasarkan asas timbal balik. Kelima, untuk keperluan tenaga ahli bangsa asing yang bertugas pada badan atau organisasi internasional di Indonesia.
Keenam, yang dibawa oleh penumpang, awak sarana pengangkut, atau kiriman dari luar negeri dalam jumlah yang ditentukan. Ketujuh, yang dipergunakan untuk tujuan sosial berupa keperluan di bidang pelayanan kesehatan, bantuan bencana, dan/atau peribadatan umum. Kedelapan, yang dimasukkan ke dalam tempat penimbunan berikat (TPB).
Pembebasan cukai ini dapat juga diberikan atas BKC tertentu yaitu etil alkohol yang dirusak sehingga tidak baik untuk diminum; dan minuman yang mengandung etil alkohol dan hasil tembakau yang dikonsumsi oleh penumpang dan awak sarana pengangkut yang berangkat langsung ke luar daerah pabean.
Dalam hal BKC yang digunakan sebagai bahan baku atau bahan penolong digunakan untuk kebutuhan sanitasi, pembersihan mesin produksi, dan/atau kegiatan lainnya yang tidak berkaitan langsung dengan pembuatan BHA bukan BKC, tidak diberikan pembebasan cukai.
Jenis BKC yang dapat diberikan pembebasan cukai terdiri atas etil alkohol, hasil tembakau, dan minuman yang mengandung etil alkohol (MMEA).
BKC dengan pembebasan cukai dapat digunakan dengan ketentuan orang yang akan menggunakan BKC dimaksud telah mendapatkan Nomor Pokok Pengguna Pembebasan (NPPP); telah mendapatkan penetapan penggunaan barang kena cukai dengan Pembebasan Cukai; dan terdaftar dalam penetapan pemberian pembebasan cukai.
Namun, BKC yang digunakan untuk keperluan penelitian dan pengembangan ilmu pengetahuan yang berasal dari impor; serta tujuan sosial dari impor barang kiriman hadiah/hibah, akan dikecualikan dari ketentuan tersebut.
Untuk dapat diberikan pembebasan cukai, pengusaha pabrik, pengusaha tempat penyimpanan, atau importir harus mendapatkan penetapan pemberian pembebasan cukai. Sementara untuk dapat diberikan pembebasan cukai, pengusaha pabrik harus mendapatkan penetapan pemberian pembebasan cukai.
PMK 82/2024 menjelaskan orang yang akan menggunakan BKC dengan pembebasan cukai harus melakukan pendaftaran untuk mendapatkan NPPP. Dikecualikan dari ketentuan harus melakukan pendaftaran adalah dalam hal orang yang akan menggunakan barang kena cukai dengan pembebasan cukai memiliki izin TPB. Hal ini karena izin TPB dapat diberlakukan sebagai NPPP.
Pendaftaran untuk mendapatkan NPPP dapat dilakukan sepanjang memenuhi persyaratan fisik dan administratif. Persyaratan fisik yakni berupa memiliki tempat khusus untuk menimbun BKC dengan pembebasan cukai di dalam tempat atau lokasi usahanya/kegiatannya; serta memenuhi persyaratan pemisahan secara fisik dan persyaratan lainnya sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan mengenai perizinan cukai, khusus untuk barang kena cukai dengan pembebasan cukai yang digunakan dalam proses produksi terpadu.
Dikecualikan dari ketentuan memiliki tempat khusus adalah dalam hal 1 orang atau lebih yang akan menggunakan barang kena cukai dengan pembebasan cukai berupa etil alkohol sebagai bahan baku atau bahan penolong menimbun etil alkohol dan membuat BHA Bukan BKC berupa bahan bakar nabati, di dalam 1 tempat atau lokasi usaha yang telah mendapat izin atau rekomendasi dari Kementerian ESDM.
Namun, orang ini harus melakukan pencatatan atas penerimaan, penggunaan, pengeluaran, dan persediaan etil alkohol dengan pembebasan cukai untuk setiap irang yang menggunakan barang kena cukai dengan pembebasan cukai; serta mendayagunakan sistem informasi persediaan berbasis komputer yang dapat dimonitor dan diakses secara langsung (realtime) dan daring (online) oleh pejabat Bea dan Cukai.
Persyaratan administratif untuk jenis pembebasan cukai berupa BKC yang digunakan dalam pembuatan BHA bukan BKC antara lain berupa NPWP; hasil konfirmasi status wajib pajak (KSWP) dengan status valid; dokumen kuesioner mengenai sistem pengendalian internal; bukti kepemilikan atau bukti penguasaan yang berlaku atas tempat atau lokasi usaha; uraian tentang alur proses produksi dan penggunaan BKC dalam pembuatan BHA bukan BKC; serta contoh BHA bukan BKC.
Adapun mengenai permohonan pendaftaran fasilitas pembebasan cukai, dilakukan dengan mengajukan permohonan dilengkapi persyaratan administratif kepada kepala kantor Bea dan Cukai. Berdasarkan penelitian, kepala kantor akan menyetujui permohonan penerbitan NPPP serta menyampaikan surat persetujuan, atau menolak dengan menerbitkan surat penolakan disertai alasan.
Pada saat PMK 82/2024 ini mulai berlaku, PMK 109/2010 s.t.d.t.d PMK 172/2019; Pasal 31 ayat (4) PMK 59/2017; Pasal 13 ayat (1) dan ayat (2) serta Pasal 15 ayat (1) dan ayat (2) PMK 203/2017; Pasal 14 ayat (6) PMK 204/2017; dan Pasal 30 PMK 96/2023 dicabut dan dinyatakan tidak berlaku.
"Peraturan menteri ini mulai berlaku pada tanggal diundangkan [pada 18 Oktober 2024]," bunyi Pasal 58 PMK 82/2024. (sap)