Sejumlah pengunjung mengamati kendaraan yang dipajang dalam pameran otomotif Gaikindo Indonesia International Auto Show (GIIAS) 2024 di Muladi Dome Undip, Semarang, Jawa Tengah, Kamis (24/10/2024). Pameran yang berlangsung hingga 27 Oktober 2024 tersebut diikuti sekitar 40 merek kendaraan penumpang dari berbagai industri serta menampilkan inovasi terbaru dari berbagai jenis kendaraan bermotor. ANTARA FOTO/Makna Zaezar/YU
JAKARTA, DDTCNews - Pemerintah memproyeksikan penjualan mobil listrik pada 2024 ini bisa mencapai 30.000 hingga 35.000 unit. Hal ini diungkap dalam Laporan Reviu Informasi Strategis Juli-September 2024 yang dirilis oleh Kementerian Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM).
Proyeksi yang dituliskan oleh Kementerian ESDM tersebut berdasarkan pada perhitungan makin banyaknya tipe electric vehicle (EV) yang masuk ke pasar Indonesia sepanjang kuartal II/2024. Harga mobil listrik yang dipasarkan juga dinilai masih sesuai dengan daya beli masyarakat Indonesia, yakni di rentang Rp300 juta hingga Rp400 juta.
"Pengurangan pajak pertambahan nilai (PPN) menjadi 1% masih menjadi daya tarik buat orang yang akan membeli mobil listrik," tulis Kementerian ESDM dalam laporannya, dikutip pada Kamis (6/11/2024).
Insentif pajak berupa PPN ditanggung pemerintah (DTP) untuk mobil listrik diatur dalam PMK 8/2024. Insentif PPN DTP diberikan sebesar 10% dari harga jual penyerahan mobil listrik tertentu dengan TKDN minimal 40%. Artinya, PPN yang ditanggung pembeli hanya 1% saja.
Sementara itu, PPN DTP sebesar 5% dari harga jual diberikan untuk penyerahan mobil listrik dengan TKDN minimal 20% hingga kurang dari 40%. Baca 'Aturan PPN Mobil Listrik Ditanggung Pemerintah 2024, Download di Sini'.
Selain mendorong masyarakat membeli kendaraan listrik, pemberian PPN DTP ini juga bertujuan meringankan beban masyarakat di tengah daya beli yang melemah.
Dalam Laporan Reviu Informasi Strategis Juli-September 2024, Kementerian ESDM juga menuliskan adanya hambatan dan tantangan dalam pengembangan kendarana listrik di Tanah Air. Hambatan tersebut, antara lain diperlukannya teknologi canggih dalam pengolahan baterai serta biayanya yang cukup besar.
"Juga terbatasnya infrastruktur baterai untuk kendaraan listrik," tulis Kementerian ESDM.
Karenanya, Kementerian ESDM menyadari bahwa guna mendorong produksi dan penggunaan kendaraan listrik diperlukan dukungan infrastruktur dan regulasi. (sap)