Petugas mengecek pipa pada Pembangkit Listrik Tenaga Panas Bumi (PLTP) Gunung Salak di Kabupaten Bogor, Jawa Barat, Selasa (5/11/2024). Pengembangan kapasitas PLTP nasional ditargetkan mencapai 10,5 GW pada 2025 mendatang. ANTARA FOTO/Arif Firmansyah/rwa.
WASHINGTON, D.C., DDTCNews - Industri pembangkit listrik tenaga panas bumi atau geotermal (PLTP) menjadi salah satu sektor yang ditawarkan Presiden Prabowo Subianto kepada para pengusaha Amerika Serikat (AS).
Menteri Investasi dan Hilirisasi/Kepala BKPM Rosan Roeslani menyampaikan para pengusaha yang hadir dalam pertemuan bersama presiden menyampaikan respons positifnya. Hingga kini, sudah ada beberapa investor asal AS yang sudah masuk ke sektor panas bumi.
"Geotermal juga spesifik disampaikan Pak Prabowo akan didorong secara cepat di Indonesia. Mereka merespons itu karena sudah ada beberapa yang berinvestasi di geotermal dan akan dipercepat. Dan terpenting mengurangi birokrasi yang berbelit," kata Rosan usai mendampingi Presiden Prabowo Subianto dalam pertemuan dengan The United States Indonesia Society (USINDO), termasuk 12 pimpinan perusahaan besar asal AS, Selasa (12/11/2024).
Saat ini ada sejumlah skema insentif perpajakan yang ditawarkan pemerintah mendukung pengembangan energi panas bumi. Beberapa di antaranya yakni tax holiday, pembebasan bea masuk dan tidak dipungut pajak dalam rangka impor, serta pembebasan pajak bumi dan bangunan (PBB) selama masa eksplorasi.
Namun, insentif aja ternyata belum cukup. Ada faktor lain yang dinilai menjadi faktor cukup penting untuk menarik investasi, yakni penyederhanaan birokrasi.
Perkara birokrasi atau perizinan usaha yang berbelit ini pernah disampaikan Presiden ke-7 RI, yakni Joko Widodo (Jokowi).
Jokowi mengungkapkan, proses perizinan yang cukup berbelit ternyata menjadi salah satu ganjalan terbesar bagi investor panas bumi di Indonesia. Hal ini diungkapkan langsung oleh Presiden Joko Widodo (Jokowi) saat membuka Indonesia International Geothermal Convention and Exhibition ke-10 pada September 2024 lalu.
Indonesia disebut memiliki potensi pembangkit listrik tenaga panas bumi (PLTP) dengan kapasitas 24.000 megawatt (MW). Namun, potensi yang tergarap saat ini baru 11%. Jokowi mengatakan hal tersebut disebabkan tahapan persiapan produksi yang cukup memakan waktu, yakni hingga 6 tahun.
"Yang saya heran, ini peluangnya besar. Sudah kita kerjakan, tapi kok tidak berjalan secara cepat. Ternyata untuk memulai konstruksi dari awal, dari perizinan [hingga produksi] bisa sampai 5-6 tahun," kata Jokowi saat itu. (sap)